Pendahuluan
Kata “remaja” berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang berarti to grow atau to grow maturity (Golinko, 1984 dalam Rice, 1990). Banyak tokoh yang memberikan definisi tentang remaja, seperti DeBrun (dalam Rice, 1990) mendefinisikan remaja sebagai periode pertumbuhan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Papalia dan Olds (2001) tidak memberikan pengertian remaja (adolescent) secara eksplisit melainkan secara implisit melalui pengertian masa remaja (adolescence).
Menurut Papalia dan Olds (2001), masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun.
Menurut Adams & Gullota (dalam Aaro, 1997), masa remaja meliputi usia antara 11 hingga 20 tahun. Sedangkan Hurlock (1990) membagi masa remaja menjadi masa remaja awal (13 hingga 16 atau 17 tahun) dan masa remaja akhir (16 atau 17 tahun hingga 18 tahun). Masa remaja awal dan akhir dibedakan oleh Hurlock karena pada masa remaja akhir individu telah mencapai transisi perkembangan yang lebih mendekati masa dewasa.
Papalia & Olds (2001) berpendapat bahwa masa remaja merupakan masa antara kanak-kanak dan dewasa. Sedangkan Anna Freud (dalam Hurlock, 1990) berpendapat bahwa pada masa remaja terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan orangtua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan.
Transisi perkembangan pada masa remaja berarti sebagian perkembangan masa kanak-kanak masih dialami namun sebagian kematangan masa dewasa sudah dicapai (Hurlock, 1990). Bagian dari masa kanak-kanak itu antara lain proses pertumbuhan biologis misalnya tinggi badan masih terus bertambah. Sedangkan bagian dari masa dewasa antara lain proses kematangan semua organ tubuh termasuk fungsi reproduksi dan kematangan kognitif yang ditandai dengan mampu berpikir secara abstrak (Hurlock, 1990; Papalia & Olds, 2001).
Yang dimaksud dengan perkembangan adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan (Papalia & Olds, 2001). Perubahan itu dapat terjadi secara kuantitatif, misalnya pertambahan tinggi atau berat tubuh; dan kualitatif, misalnya perubahan cara berpikir secara konkret menjadi abstrak (Papalia dan Olds, 2001). Perkembangan dalam kehidupan manusia terjadi pada aspek-aspek yang berbeda. Ada tiga aspek perkembangan yang dikemukakan Papalia dan Olds (2001), yaitu: (1) perkembangan fisik, (2) perkembangan kognitif, dan (3) perkembangan kepribadian dan sosial. Aspek-aspek perkembangan pada masa remaja
1. Perkembangan fisik Yang dimaksud dengan
perkembangan fisik adalah perubahan-perubahan pada tubuh, otak, kapasitas
sensoris dan ketrampilan motorik (Papalia & Olds, 2001). Perubahan pada
tubuh ditandai dengan pertambahan tinggi dan berat tubuh, pertumbuhan tulang
dan otot, dan kematangan organ seksual dan fungsi reproduksi. Tubuh remaja
mulai beralih dari tubuh kanak-kanak yang cirinya adalah pertumbuhan menjadi
tubuh orang dewasa yang cirinya adalah kematangan. Perubahan fisik otak
sehingga strukturnya semakin sempurna meningkatkan kemampuan kognitif (Piaget
dalam Papalia dan Olds, 2001).
2. Perkembangan Kognitif Menurut Piaget (dalam
Santrock, 2001), seorang remaja termotivasi untuk memahami dunia karena
perilaku adaptasi secara biologis mereka. Dalam pandangan Piaget, remaja secara
aktif membangun dunia kognitif mereka, di mana informasi yang didapatkan tidak
langsung diterima begitu saja ke dalam skema kognitif mereka. Remaja sudah
mampu membedakan antara hal-hal atau ide-ide yang lebih penting dibanding ide
lainnya, lalu remaja juga menghubungkan ide-ide tersebut. Seorang remaja tidak
saja mengorganisasikan apa yang dialami dan diamati, tetapi remaja mampu
mengolah cara berpikir mereka sehingga memunculkan suatu ide baru. Perkembangan
kognitif adalah perubahan kemampuan mental seperti belajar, memori, menalar,
berpikir, dan bahasa. Piaget (dalam Papalia & Olds, 2001) mengemukakan
bahwa pada masa remaja terjadi kematangan kognitif, yaitu interaksi dari
struktur otak yang telah sempurna dan lingkungan sosial yang semakin luas untuk
eksperimentasi memungkinkan remaja untuk berpikir abstrak. Piaget menyebut
tahap perkembangan kognitif ini sebagai tahap operasi formal (dalam Papalia
& Olds, 2001). Tahap formal operations adalah suatu tahap dimana seseorang
sudah mampu berpikir secara abstrak. Seorang remaja tidak lagi terbatas pada
hal-hal yang aktual, serta pengalaman yang benar-benar terjadi. Dengan mencapai
tahap operasi formal remaja dapat berpikir dengan fleksibel dan kompleks.
Seorang remaja mampu menemukan alternatif jawaban atau penjelasan tentang suatu
hal. Berbeda dengan seorang anak yang baru mencapai tahap operasi konkret yang
hanya mampu memikirkan satu penjelasan untuk suatu hal. Hal ini memungkinkan
remaja berpikir secara hipotetis. Remaja sudah mampu memikirkan suatu situasi
yang masih berupa rencana atau suatu bayangan (Santrock, 2001). Remaja dapat
memahami bahwa tindakan yang dilakukan pada saat ini dapat memiliki efek pada
masa yang akan datang.
Dengan demikian, seorang remaja mampu
memperkirakan konsekuensi dari tindakannya, termasuk adanya kemungkinan yang
dapat membahayakan dirinya. Pada tahap ini, remaja juga sudah mulai mampu
berspekulasi tentang sesuatu, dimana mereka sudah mulai membayangkan sesuatu
yang diinginkan di masa depan. Perkembangan kognitif yang terjadi pada remaja
juga dapat dilihat dari kemampuan seorang remaja untuk berpikir lebih logis.
Remaja sudah mulai mempunyai pola berpikir sebagai peneliti, dimana mereka
mampu membuat suatu perencanaan untuk mencapai suatu tujuan di masa depan
(Santrock, 2001).
Salah satu bagian perkembangan kognitif masa
kanak-kanak yang belum sepenuhnya ditinggalkan oleh remaja adalah kecenderungan
cara berpikir egosentrisme (Piaget dalam Papalia & Olds, 2001). Yang
dimaksud dengan egosentrisme di sini adalah “ketidakmampuan melihat suatu hal
dari sudut pandang orang lain” (Papalia dan Olds, 2001). Elkind (dalam
Beyth-Marom et al., 1993; dalam Papalia & Olds, 2001) mengungkapkan salah
satu bentuk cara berpikir egosentrisme yang dikenal dengan istilah personal
fabel.
Personal fabel adalah “suatu cerita yang kita
katakan pada diri kita sendiri mengenai diri kita sendiri, tetapi [cerita] itu
tidaklah benar” . Kata fabel berarti cerita rekaan yang tidak berdasarkan
fakta, biasanya dengan tokoh-tokoh hewan. Personal fabel biasanya berisi
keyakinan bahwa diri seseorang adalah unik dan memiliki karakteristik khusus
yang hebat, yang diyakini benar adanya tanpa menyadari sudut pandang orang lain
dan fakta sebenarnya. Papalia dan Olds (2001) dengan mengutip Elkind
menjelaskan “personal fable” sebagai berikut : “Personal fable adalah keyakinan
remaja bahwa diri mereka unik dan tidak terpengaruh oleh hukum alam. Belief
egosentrik ini mendorong perilaku merusak diri [self-destructive] oleh remaja
yang berpikir bahwa diri mereka secara magis terlindung dari bahaya. Misalnya
seorang remaja putri berpikir bahwa dirinya tidak mungkin hamil [karena perilaku
seksual yang dilakukannya], atau seorang remaja pria berpikir bahwa ia tidak
akan sampai meninggal dunia di jalan raya [saat mengendarai mobil], atau remaja
yang mencoba-coba obat terlarang [drugs] berpikir bahwa ia tidak akan mengalami
kecanduan. Remaja biasanya menganggap bahwa hal-hal itu hanya terjadi pada
orang lain, bukan pada dirinya”.
Pendapat Elkind bahwa remaja memiliki semacam
perasaan invulnerability yaitu keyakinan bahwa diri mereka tidak mungkin
mengalami kejadian yang membahayakan diri, merupakan kutipan yang populer dalam
penjelasan berkaitan perilaku berisiko yang dilakukan remaja (Beyth-Marom,
dkk., 1993). Umumnya dikemukakan bahwa remaja biasanya dipandang memiliki
keyakinan yang tidak realistis yaitu bahwa mereka dapat melakukan perilaku yang
dipandang berbahaya tanpa kemungkinan mengalami bahaya itu.
Beyth-Marom, dkk (1993) kemudian membuktikan
bahwa ternyata baik remaja maupun orang dewasa memiliki kemungkinan yang sama
untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku yang berisiko merusak diri
(self-destructive). Mereka juga mengemukakan adanya derajat yang sama antara
remaja dan orang dewasa dalam mempersepsi self-invulnerability. Dengan
demikian, kecenderungan melakukan perilaku berisiko dan kecenderungan
mempersepsi diri invulnerable menurut Beyth-Marom, dkk., pada remaja dan orang
dewasa adalah sama.
3. Perkembangan kepribadian dan sosial Yang
dimaksud dengan perkembangan kepribadian adalah perubahan cara individu
berhubungan dengan dunia dan menyatakan emosi secara unik; sedangkan perkembangan
sosial berarti perubahan dalam berhubungan dengan orang lain (Papalia &
Olds, 2001).
Perkembangan kepribadian yang penting pada masa remaja adalah pencarian identitas diri. Yang dimaksud dengan pencarian identitas diri adalah proses menjadi seorang yang unik dengan peran yang penting dalam hidup (Erikson dalam Papalia & Olds, 2001).
Perkembangan kepribadian yang penting pada masa remaja adalah pencarian identitas diri. Yang dimaksud dengan pencarian identitas diri adalah proses menjadi seorang yang unik dengan peran yang penting dalam hidup (Erikson dalam Papalia & Olds, 2001).
Perkembangan sosial pada masa remaja lebih
melibatkan kelompok teman sebaya dibanding orang tua (Conger, 1991; Papalia
& Olds, 2001). Dibanding pada masa kanak-kanak, remaja lebih banyak
melakukan kegiatan di luar rumah seperti kegiatan sekolah, ekstra kurikuler dan
bermain dengan teman (Conger, 1991; Papalia & Olds, 2001). Dengan demikian,
pada masa remaja peran kelompok teman sebaya adalah besar. Pada diri remaja, pengaruh
lingkungan dalam menentukan perilaku diakui cukup kuat. Walaupun remaja telah
mencapai tahap perkembangan kognitif yang memadai untuk menentukan tindakannya
sendiri, namun penentuan diri remaja dalam berperilaku banyak dipengaruhi oleh
tekanan dari kelompok teman sebaya (Conger, 1991). Kelompok teman sebaya diakui
dapat mempengaruhi pertimbangan dan keputusan seorang remaja tentang
perilakunya (Beyth-Marom, et al., 1993; Conger, 1991; Deaux, et al, 1993;
Papalia & Olds, 2001). Conger (1991) dan Papalia & Olds (2001)
mengemukakan bahwa kelompok teman sebaya merupakan sumber referensi utama bagi
remaja dalam hal persepsi dan sikap yang berkaitan dengan gaya hidup. Bagi
remaja, teman-teman menjadi sumber informasi misalnya mengenai bagaimana cara berpakaian
yang menarik, musik atau film apa yang bagus, dan sebagainya (Conger, 1991).
Ciri-ciri Masa Remaja Masa remaja adalah suatu
masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat baik secara
fisik, maupun psikologis. Ada beberapa perubahan yang terjadi selama masa
remaja.
1. Peningkatan emosional yang terjadi secara
cepat pada masa remaja awal yang dikenal dengan sebagai masa storm &
stress. Peningkatan emosional ini merupakan hasil dari perubahan fisik terutama
hormon yang terjadi pada masa remaja. Dari segi kondisi sosial, peningkatan
emosi ini merupakan tanda bahwa remaja berada dalam kondisi baru yang berbeda
dari masa sebelumnya. Pada masa ini banyak tuntutan dan tekanan yang ditujukan
pada remaja, misalnya mereka diharapkan untuk tidak lagi bertingkah seperti
anak-anak, mereka harus lebih mandiri dan bertanggung jawab. Kemandirian dan
tanggung jawab ini akan terbentuk seiring berjalannya waktu, dan akan nampak
jelas pada remaja akhir yang duduk di awal-awal masa kuliah.
2. Perubahan yang cepat secara fisik yang juga
disertai kematangan seksual. Terkadang perubahan ini membuat remaja merasa
tidak yakin akan diri dan kemampuan mereka sendiri. Perubahan fisik yang
terjadi secara cepat, baik perubahan internal seperti sistem sirkulasi,
pencernaan, dan sistem respirasi maupun perubahan eksternal seperti tinggi
badan, berat badan, dan proporsi tubuh sangat berpengaruh terhadap konsep diri
remaja.
3. Perubahan dalam hal yang menarik bagi
dirinya dan hubungan dengan orang lain. Selama masa remaja banyak hal-hal yang
menarik bagi dirinya dibawa dari masa kanak-kanak digantikan dengan hal menarik
yang baru dan lebih matang. Hal ini juga dikarenakan adanya tanggung jawab yang
lebih besar pada masa remaja, maka remaja diharapkan untuk dapat mengarahkan ketertarikan
mereka pada hal-hal yang lebih penting. Perubahan juga terjadi dalam hubungan
dengan orang lain. Remaja tidak lagi berhubungan hanya dengan individu dari
jenis kelamin yang sama, tetapi juga dengan lawan jenis, dan dengan orang
dewasa.
4. Perubahan nilai, dimana apa yang mereka
anggap penting pada masa kanak-kanak menjadi kurang penting karena sudah
mendekati dewasa.
5. Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam
menghadapi perubahan yang terjadi. Di satu sisi mereka menginginkan kebebasan,
tetapi di sisi lain mereka takut akan tanggung jawab yang menyertai kebebasan
tersebut, serta meragukan kemampuan mereka sendiri untuk memikul tanggung jawab
tersebut.
Tugas perkembangan remaja Tugas perkembangan remaja menurut Havighurst dalam Gunarsa (1991) antara lain :
Tugas perkembangan remaja Tugas perkembangan remaja menurut Havighurst dalam Gunarsa (1991) antara lain :
* memperluas hubungan antara pribadi dan
berkomunikasi secara lebih dewasa dengan kawan sebaya, baik laki-laki maupun
perempuan
* memperoleh peranan sosial
* menerima kebutuhannya dan menggunakannya
dengan efektif
* memperoleh kebebasan emosional dari orangtua
dan orang dewasa lainnya
* mencapai kepastian akan kebebasan dan
kemampuan berdiri sendiri
* memilih dan mempersiapkan lapangan pekerjaan
* mempersiapkan diri dalam pembentukan
keluarga
* membentuk sistem nilai, moralitas dan
falsafah hidup
rikson (1968, dalam Papalia, Olds &
Feldman, 2001) mengatakan bahwa tugas utama remaja adalah menghadapi identity
versus identity confusion, yang merupakan krisis ke-5 dalam tahap perkembangan
psikososial yang diutarakannya. Tugas perkembangan ini bertujuan untuk mencari
identitas diri agar nantinya remaja dapat menjadi orang dewasa yang unik dengan
sense of self yang koheren dan peran yang bernilai di masyarakat (Papalia, Olds
& Feldman, 2001).
Untuk menyelesaikan krisis ini remaja harus berusaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa perannya dalam masyarakat, apakah nantinya ia akan berhasil atau gagal yang pada akhirnya menuntut seorang remaja untuk melakukan penyesuaian mental, dan menentukan peran, sikap, nilai, serta minat yang dimilikinya.
1. Perkembangan Bahasa Peserta Didik Remaja Usia Sekolah Menengah
Pengertian, fungsi dan ketrampilan berbahasa. Bahasa adalah merupakan media komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan pesan (pendapat/ perasaan, dll) dengan menggunakan symbol-simbol yang disepakati bersama, kemudian kata dirangkai berdasarkan urutan membentuk kalimat yang bermakna dan mengikuti aturan/ tata bahasa yang berlaku dalam suatu komunitas atau masyarakat ( Simolungan 1997, Semiawan 1998 ). Bahasa itu dibedakan menjadi atas :
Untuk menyelesaikan krisis ini remaja harus berusaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa perannya dalam masyarakat, apakah nantinya ia akan berhasil atau gagal yang pada akhirnya menuntut seorang remaja untuk melakukan penyesuaian mental, dan menentukan peran, sikap, nilai, serta minat yang dimilikinya.
1. Perkembangan Bahasa Peserta Didik Remaja Usia Sekolah Menengah
Pengertian, fungsi dan ketrampilan berbahasa. Bahasa adalah merupakan media komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan pesan (pendapat/ perasaan, dll) dengan menggunakan symbol-simbol yang disepakati bersama, kemudian kata dirangkai berdasarkan urutan membentuk kalimat yang bermakna dan mengikuti aturan/ tata bahasa yang berlaku dalam suatu komunitas atau masyarakat ( Simolungan 1997, Semiawan 1998 ). Bahasa itu dibedakan menjadi atas :
1. Bahasa lisan
2. Bahasa tertulis
3. Bahasa isyarat
Ada
3 komponen bahasa :
1. Bentuk atau form yang mencakup sintaksis,
morfologi (bentuk) dan fonologi (bunyi bahasa).
2. Isi atau conten yang meliputi makna atau
simantgik.
3. Penggunaan atau use yang mencakup pragmatis.
Ketrampilan bahasa memili8ki
4 aspek
atau ruang lingkup yaitu;
1. Keterampiln mendengarkan
2. Berbicara
3. Membaca
4. Menulis
Sedangkan keterampilan berbicara meliputi :
• Kemampuan mengungkapkan pikiran , peasaan dan informasi secara lisan mengenai perkenalan, tegur sapa, pengenalan benda, fungsi anggota tubuh, kegiatan bertanya, percakapan, bercerita, deklamasi, memberi tanggapan pendapat/ saran dan diskusi.
• Kemampuan mengungkapkan pikiran , peasaan dan informasi secara lisan mengenai perkenalan, tegur sapa, pengenalan benda, fungsi anggota tubuh, kegiatan bertanya, percakapan, bercerita, deklamasi, memberi tanggapan pendapat/ saran dan diskusi.
•
Kemampuan mendengarkan ini meliputi : kemampuan memahami bunyi bahasa,
perintah, dongeng-drama, petnjuk, denah, pengumuman, berita dan konsep meteri
pelajaran.
Faktor dan kendala dalam mempelajari keterampilan berbahasa
Pola perkembangan keterampilan berbahasa anak pada umumnya sama, tetapi juga ada perbedaan individual, terutama dalam laju perkembangan dan frekuensi atau banyaknya bicara, isi atau topic pembicaraan, hal ini disebabkan oleh beberapa factor antara lain :
Faktor dan kendala dalam mempelajari keterampilan berbahasa
Pola perkembangan keterampilan berbahasa anak pada umumnya sama, tetapi juga ada perbedaan individual, terutama dalam laju perkembangan dan frekuensi atau banyaknya bicara, isi atau topic pembicaraan, hal ini disebabkan oleh beberapa factor antara lain :
1.
Kesehatan
2.
Kecerdasan
3.
Keluarga
4.
Keinginan dan dorongan untuk berkomunikasi serta hubungan dengan teman sebaya
5. Kepribadian
5. Kepribadian
2.
Perkembangan Emosi Peserta Didik Sekolah Menengah
Menurut Hurlock (1981) remaja adalah mereka
yang berada pada usia 12-18 tahun. Monks, dkk (2000) memberi batasan usia
remaja adalah 12-21 tahun. Menurut Stanley Hall (dalam Santrock, 2003) usia
remaja berada pada rentang 12-23 tahun. Berdasarkan batasan-batasan yang
diberikan para ahli, bisa dilihat bahwa mulainya masa remaja relatif sama,
tetapi berakhirnya masa remaja sangat bervariasi. Bahkan ada yang dikenal juga
dengan istilah remaja yang diperpanjang, dan remaja yang diperpendek.
Remaja adalah masa yang penuh dengan
permasalahan. Statemen ini sudah dikemukakan jauh pada masa lalu yaitu di awal
abad ke-20 oleh Bapak Psikologi Remaja yaitu Stanley Hall. Pendapat Stanley
Hall pada saat itu yaitu bahwa masa remaja merupakan masa badai dan tekanan
(storm and stress) sampai sekarang masih banyak dikutip orang.
Menurut Erickson masa remaja adalah masa
terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri. Gagasan Erickson ini
dikuatkan oleh James Marcia yang menemukan bahwa ada empat status identitas
diri pada remaja yaitu identity diffusion/ confussion, moratorium, foreclosure,
dan identity achieved (Santrock, 2003, Papalia, dkk, 2001, Monks, dkk, 2000,
Muss, 1988). Karakteristik remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas
diri ini juga sering menimbulkan masalah pada diri remaja.
Gunarsa (1989) merangkum beberapa
karakteristik remaja yang dapat menimbulkan berbagai permasalahan pada diri
remaja, yaitu:
1.
Kecanggungan dalam pergaulan dan kekakuan dalam gerakan.
2.
Ketidakstabilan emosi.
3.
Adanya perasaan kosong akibat perombakan pandangan dan petunjuk hidup.
4.
Adanya sikap menentang dan menantang orang tua.
5.
Pertentangan di dalam dirinya sering menjadi pangkal penyebab pertentangan-pertentang
dengan orang tua.
6.
Kegelisahan karena banyak hal diinginkan tetapi remaja tidak sanggup memenuhi
semuanya.
7.
Senang bereksperimentasi.
8.
Senang bereksplorasi.
9.
Mempunyai banyak fantasi, khayalan, dan bualan.
10.
Kecenderungan membentuk kelompok dan kecenderungan kegiatan berkelompok.
Berdasarkan tinjauan teori perkembangan, usia
remaja adalah masa saat terjadinya perubahan-perubahan yang cepat, termasuk
perubahan fundamental dalam aspek kognitif, emosi, sosial dan pencapaian (Fagan,
2006). Sebagian remaja mampu mengatasi transisi ini dengan baik, namun beberapa
remaja bisa jadi mengalami penurunan pada kondisi psikis, fisiologis, dan
sosial. Beberapa permasalahan remaja yang muncul biasanya banyak berhubungan
dengan karakteristik yang ada pada diri remaja. Berikut ini dirangkum beberapa
permasalahan utama yang dialami oleh remaja.
Permasalahan Fisik dan Kesehatan
Permasalahan Fisik dan Kesehatan
Permasalahan akibat perubahan fisik banyak
dirasakan oleh remaja awal ketika mereka mengalami pubertas. Pada remaja yang
sudah selesai masa pubertasnya (remaja tengah dan akhir) permasalahan fisik
yang terjadi berhubungan dengan ketidakpuasan/ keprihatinan mereka terhadap
keadaan fisik yang dimiliki yang biasanya tidak sesuai dengan fisik ideal yang
diinginkan. Mereka juga sering membandingkan fisiknya dengan fisik orang lain
ataupun idola-idola mereka. Permasalahan fisik ini sering mengakibatkan mereka
kurang percaya diri. Levine & Smolak (2002) menyatakan bahwa 40-70% remaja
perempuan merasakan ketidakpuasan pada dua atau lebih dari bagian tubuhnya,
khususnya pada bagian pinggul, pantat, perut dan paha. Dalam sebuah penelitian
survey pun ditemukan hampir 80% remaja ini mengalami ketidakpuasan dengan
kondisi fisiknya (Kostanski & Gullone, 1998). Ketidakpuasan akan diri ini
sangat erat kaitannya dengan distres emosi, pikiran yang berlebihan tentang
penampilan, depresi, rendahnya harga diri, onset merokok, dan perilaku makan
yang maladaptiv (& Shaw, 2003; Stice & Whitenton, 2002). Lebih lanjut,
ketidakpuasan akan body image ini dapat sebagai pertanda awal munculnya
gangguan makan seperti anoreksia atau bulimia (Polivy & Herman, 1999;
Thompson et al).
Dalam masalah kesehatan tidak banyak remaja
yang mengalami sakit kronis. Problem yang banyak terjadi adalah kurang tidur,
gangguan makan, maupun penggunaan obat-obatan terlarang. Beberapa kecelakaan,
bahkan kematian pada remaja penyebab terbesar adalah karakteristik mereka yang
suka bereksperimentasi dan berskplorasi.
Sumber :
http://netsains.com/2009/04/psikologi-remaja-karakteristik-dan-permasalahannya/
3. Perkembangan Nilai Moral dan SikaP Peserta Didik
3. Perkembangan Nilai Moral dan SikaP Peserta Didik
Definisi Nilai-Nilai-nilai kehidupan adalah
norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, misalnya adat kebiasaan
dansopansantun (Sutikna,1988: 5). Sopansantun, adat, dan kebiasaanserta
nilai-nilaiyang terkandung dalam Pancasila adalah nilai-nilai hidupyang menjadi
peganganseseorang dalam kedudukannyasebagai warga negara Indonesia. Nilai-nilaiyang
terkandung dalam Pancasilayang termasuk dalamsila Kemanusiaan Yang Adil dan
Beradab,antara lain:
1.
Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban
antarasesama manusia
antarasesama manusia
2.
Mengembangkan sikap tenggang rasa
3.
Tidak semena-mena terhadap orang lain, berani membela kebenaran dan
keadilan dsb.
keadilan dsb.
Definisi
Moral Moral adalah ajaran tentang baik dan buruk perbuatandan kelakuan, akhlak,
kewajiban dansebagainya (Purwadarminto, 1957: 957). Dalam moral diatursegala
perbuatanyang dinilai baik dan perlu dilakukan, dansuatu perbuatanyang dinilai
tidak baik dan perlu dihindari. Moral berkaitan dengan kemampuan untuk
membedakan antara perbuatanyang baik danyangsalah. Dengan demikian, moral
merupakan kendali dalam bertingkah laku.
Definisi Sikap Menurut Gerung,Si k apsecara umum dapat diartikansebagai kesediaan bereaksi individu terhadapsesuatu hal (Mappiare, 1982: 58). Sikap berkaitan dengan motif dan mendasari tingkah lakuseseorang. Tingkah lakuseseorang dapat diramalkan jikasudah mengetahuisikapnya. Tetapisikap belum merupakansuatu tindakan atau aktivitas, tetapi masih berupa kecenderungan tingkah laku.
Hubungan antara Nilai, Moral dan Sikap Dalam pengamalan Pancasila, moral merupakan control dalam bersikap dan bertingkah lakusesuai dengan nilai-nilai hidupyang ada dalam Pancasila. Nilai-nilai kehidupansebagai norma dalam masyarakatsenantiasa menyangkut persoalan antara baik dan buruk, jadi berkaitan dengan moral.
Definisi Sikap Menurut Gerung,Si k apsecara umum dapat diartikansebagai kesediaan bereaksi individu terhadapsesuatu hal (Mappiare, 1982: 58). Sikap berkaitan dengan motif dan mendasari tingkah lakuseseorang. Tingkah lakuseseorang dapat diramalkan jikasudah mengetahuisikapnya. Tetapisikap belum merupakansuatu tindakan atau aktivitas, tetapi masih berupa kecenderungan tingkah laku.
Hubungan antara Nilai, Moral dan Sikap Dalam pengamalan Pancasila, moral merupakan control dalam bersikap dan bertingkah lakusesuai dengan nilai-nilai hidupyang ada dalam Pancasila. Nilai-nilai kehidupansebagai norma dalam masyarakatsenantiasa menyangkut persoalan antara baik dan buruk, jadi berkaitan dengan moral.
Dengan
demikian, keterkaitan antara nilai, moral,sikap dan tingkah laku akan tampak
dalam pengamalan nilai-nilai. Dengan kata lain, nilai-nilai perlu diketahui
terlebih dahulu, kemudian dihayati dan didorong oleh moral, baru akan
terbentuksikap tertentu terhadap nilai-nilai tersebut dan pada akhirnya
terwujudlah tingkah lakuyangsesuai dengan nilai-nilaiyang dimaksud.
Karakteristik
Nilai, oral dan ikap Remaja
Nilai-nilai
kehidupanyang harus dikuasai remaja tidak hanyasebatas pada adat kebiasaan dan
tingkah lakusaja, tetapiseperangkat nilai-nilaiyangsecara keseluruhan
terkandung dalam Pancasila. Seorang remaja dalam tugas perkembangannya dituntut
untuk dapat mempelajari dan membentuk perilakunya agarsesuai dengan harapan
lingkungannya tanpa harus dibimbing, diawasi, didorong, dan diancam dengan
hukumanseperti pada waktu anak -anak. Michel
meringkaskan lima perubahan dasar dalam moralyang harus dilakukan oleh remaja,sebagai berikut:
1.
Pandangan individu semakin lama semakin abstrak
2.
Keyakinan moral lebih terpusat pada apa yang benar dan kurang pada apa
yang salah. Keadilan muncul sebagai kekuatan yang dominan
yang salah. Keadilan muncul sebagai kekuatan yang dominan
3.
Penilaian moral menjadi semakin kognitif, sehingga remaja menjadi lebih
berani mengambil keputusan dalam menghadapi berbagai masalah
4. Penilaian moral menjadi kurang egosentris
berani mengambil keputusan dalam menghadapi berbagai masalah
4. Penilaian moral menjadi kurang egosentris
5.
Penilaian moral secara psikologis menjadi lebih mahal dalam arti bahwa
penilaian moral merupakan bahan emosi dan menimbulkan ketegangan
emosi .
penilaian moral merupakan bahan emosi dan menimbulkan ketegangan
emosi .
Menurut
Furter (1965) (dalam Monks, 1984: 252), kehidupan moral merupakan
problematicyang pokok dalam masa remaja. Maka perkembangan moral perlu
diperhatikansejakseseorang dilahirkan.
Dari hasil penyelidikannya Kohlberg mengemukakan enam tahap perkembangan moralyang berlakusecara universal dan dalam urutan tertentu. Ada tiga tingkat perkembangan moral,yaitu:
1. Tingkat 1 : Pra-konvensional
Padastadium1, anak berorientasi pada kepatuhan dan hukuman. Anak
hanya mengetahui bahwa aturan-aturan ditentukan oleh adanya kekuasaan
yang tidak dapat diganggu gugat. Ia harus menurut kalau tidak akan
memperoleh hukuman.
Pada Stadium2, berlaku prinsip Relativistik Hedonism artinya bergantung
pada kebutuhan dan kesanggupanseseorang (hedonistic). Dalam tahap ini,
seorang anak sadar bahwa setiapkejadian mempunyai beberapa segi.
2. Tingkat 2 : Konvensional
Stadium3, menyangkut orientasi mengenai anakyang baik. Anak mulai memasuki umur belasan tahun, dimanaanak memperlihatkan orientasi perbuatan-perbuatanyang dapat dinilai baik atau tidak baik oleh orang lain. Mereka melakukan perbuatan atas dasar kritik dari masyarakat.
Stadium4,yaitu tahap mempertahankan norma-normasocial dan otoritas. Perbuatan baikyang diperlihatkanseseorang merupakan kewajiban untuk ikut melaksanakan aturan-aturanyang ada, agar tidak timbul kekacauan.
3. Tingkat 3 : Pasca-konvensional
Stadium5, merupakan tahap orientasi terhadap perjanjian antara dirinya dengan lingkungansocial. Pada tahap ini,seseorang harus memperlihatkan kewajibannya kepada masyarakat karena lingkungansocial akan memberikan perlindungan kepadanya. Originalitas remaja juga masih tampak pada tahap ini. Remaja masih mau diatursecara ketat oleh hukum-hukumyang lebih tinggi, walaupun kata hatisudah mulai berbicara.
Stadium6, tahaini disebut Prinsip Universal. Pada tahap ini ada norma etika disamping norma pribadi dansubjektif. Unsur etika disiniyang akan menentukan apayang boleh dan baik dilakukan dansebaliknya. Remaja mengadakan tingka laku-tingkah laku moralyang dikemudikan oleh tanggung jawab batinsendiri.
Menurut Furter (1965), menjadi remaja berarti mnegrti nilai-nilai (Monks,
1984: 257). Mengerti nilai -nilai ini tidak berarti hanya memperoleh pengertian saja
tetapi juga dapat menjalankannya. Jikasudah, berarti remajasudah dapat menginternalisasikan penilaian-panilaian moral, menjadikannyasebagai nilai-nilai pribadi,yang kemudian akan tercermin dalamsikap dan tingkah lakunya.
4. Implikasi Pemenuhan Kebutuhan Remaja Terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
A. Pentingnya Kebutuhan Bagi Perilaku Manusia
Individu adalah pribadi yang utuh dan kompleks. Kekompleksan tersebut dikaitkan dengan kedudukannya sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Oleh karena itu di samping seorang individu harus memahami dirinya sendiri, ia juga harus memahami orang lain dan memahami kehidupan bersama dalam masyarakat, memahami lingkungan serta memahami pula bahwa ia makhluk Tuhan. Sebagai makhluk psiko-fisis manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan fisik dan psikologis dan sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, manusia mempunyai kebutuhan individu dan kebutuhan sosial kemasyarakatan. Dengan demikian maka setiap individu tentu memiliki kebutuhan, karena ia tumbuh dan berkembang untuk mencapai kondisi fisik dan sosial psikologis yang lebih sempurna dalam kehidupannya.
Dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya menuju jenjang kedewasaan, kebutuhan hidup seseorang mengalami perubahan-perubahan sejalan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangannya. Kebutuhan-kebutuhan sosial psikologis semakin banyak dibandingkan dengan kebutuhan fisik, karena pengalaman kehidupan sosialnya semakin luas. Kebutuhan itu timbul disebabkan oleh dorongan-dorongan (motif). Dorongan adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorongnya melakukan perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu (Sumadi, 1984:70). Dorongan dapat berkembang karena kebutuhan psikologis atau karena tujuan-tujuan kehidupan yang semakin kompleks. Semua individu dalam bertingkah laku pada dasarnya dimotivasi oleh kedua kebutuhan yang saling berhubungan satu sama lain, sebagai perwujudan dari adanya tuntutan-tuntutan dalam hidup bersama kelompok sosial sekitar. Menurut Mappiare (1982:130) dua kebutuhan yang dimaksud adalah:
1. Kebutuhan diterima oleh kelompok atau orang-orang lain di sekitar.
2. Kebutuhan menghindari penolakan kelompok atau orang lain.
Dalam proses pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut, individu banyak belajar dari lingkungan sosial di sekitarnya yang menimbulkan pengalaman-pengalaman belajar, antara lain pengalaman bergaul dengan orang tuanya, saudara-saudaranya, keluarganya yang lain, guru-gurunya dan teman-teman sekelompoknya. Melalui pengalaman bergaulnya itu individu belajar dan mengetahui tingkah laku yang bagaimana yang mendatangkan kepuasan baginya dan tingkah laku yang bagaimana yang tidak mengenakkan. Dengan kata lain, individu belajar membentuk pola tingkah laku yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut di atas.
B. Jenis–Jenis Kebutuhan Remaja dan Pemenuhannya
Kebutuhan manusia timbul akibat dorongan-dorongan (motif) yang ada pada dirinya. Motif timbul akibat kebutuhan psikologis atau tujuan kehidupan yang kompleks.
Menurut Sunarto (1994:49) kebutuhan dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu :
1. Kebutuhan Primer yaitu kebutuhan yang merupakan kebutuhan biologis (organik) yang timbul dari dorongan/motif asli seperti kebutuhan makan, minum, bernapas, kehangatan tubuh, dan kebutuhan seksual dan perlindungan diri.
2. Kebutuhan sekunder yaitu kebutuhan yang timbul oleh motif dipelajari (kebutuhan sosial–psikologis) seperti kebutuhan untuk mencari pengetahuan, mengikuti pola hidup bermasyarakat, hiburan dan lainnya.
Remaja sebagai individu pada umumnya mempunyai kebutuhan dasar. Kebutuhan dasar seorang individu oleh Lindgren (Sunarto, 1994:53) dideskripsikan sebagai berikut.
Deskripsi Karakteristik
4. Kebutuhan aktualisasi diri
Kebutuhan yang terkait langsung dengan pengembangan diri yang relatif kompleks, abstrak dan bersifat sosial
3. Kebutuhan untuk memiliki
2. Kebutuhan akan perhatian dan kasih sayang
1. Kebutuhan jasmaniah, termasuk keamanan dan pertahanan diri Kebutuhan yang terkait dengan pertahanan diri khususnya pemeliharaan dan pertahanan diri bersifat individual
Keempat macam kebutuhan tersebut bersifat hirarki dari kebutuhan yang bertingkat rendah yaitu kebutuhan jasmaniah sampai pada kebutuhan yang bertingkat tinggi yaitu kebutuhan aktualisasi diri.
Hirarki kebutuhan tersebut sejalan dengan teori kebutuhan Maslow (Sunarto dan Hartono, 1994:54) yaitu:
kebutuhan aktualisasi diri
vkebutuhan kognitif
penghargaanvkebutuhan
vkebutuhan cinta kasih
vkebutuhan keamanan
kebutuhan jasmaniah (fisiologis)
Menurut Lewis dan Lewis (Sunarto dan Hartono, 1994:55) kegiatan remaja didorong oleh berbagai kebutuhan yaitu:
a. kebutuhan jasmaniah
b. kebutuhan psikologis
c. kebutuhan ekonomi
d. kebutuhan sosial
e. kebutuhan politik
f. kebutuhan penghargaan; dan
g. kebutuhan aktualisasi diri
Prescott (Oxendine, 1984:224) mengklasifikasikan kebutuhan remaja sebagai berikut:
1. Kebutuhan psikologis seperti melakukan kegiatan, beristirahat dan kegiatan seksual;
2. Kebutuhan sosial (status) seperti menerima, diterima, menyukai orang lain;
3. Kebutuhan Ego atau interaktif seperti kontak dengan kenyataan, harmonisasi dengan kenyataan, dan meningkatkan kematangan diri sendiri.
Maslow mengungkapkan bahwa kebutuhan psikologis akan muncul setelah kebutuhan-kebutuhan fisiologis terpenuhi. Ia mengklasifikasikan kebutuhan sebagai berikut:
1. Kebutuhan akan keselamatan (Safety needs);
2. Kebutuhan memiliki dan mencintai (belonging and love needs);
3. Kebutuhan untuk mendapatkan penghargaan (esteem needs);
4. Kebutuhan untuk menonjolkan diri (self–actualizing needs)
Perumusan kebutuhan tersebut berjalan secara hirarkis dan sistematis. Suatau kebutuhan baru akan terpuaskan setelah kebutuhan sebelumnya terpenuhi. Pada akhirnya seseorang akan berusaha untuk mendapatkan kepuasan atas kebutuhan tertinggi yaitu kebutuhan self–actualizing
C. Kebutuhan Remaja dan Implikasinya dalam penyelenggaraan Pendidikan
Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah, guru hendaknya selalu sensitif terhadap kebutuhan para siswa (remaja) dan berusaha memahaminya sebaik mungkin. Untuk itu guru perlu memperhatikan aspek berikut :
1. Mempelajari kebutuhan remaja melalui berbagai pendapat orang dewasa;
2. Mengadakan angket yang ditujukan kepada para remaja untuk mengetahui masalah–masalah yang sedang mereka hadapi
3. Bersikap sensitif terhadap kebutuhan yang tiba–tiba muncul dari siswa yang berada di bawah bimbingannya.
Dari uraian di atas, kebutuhan remaja diklasifikasikan menjadi 4 kelompok kebutuhan yaitu:
1. kebutuhan organik yaitu makan, minum, bernapas, seks;
2. kebutuhan emosional yaitu kebutuhan untuk mendapatkan simpati dan pengakuan dari pihak lain dikenal dengan n’Aff;
3. kebutuhan berprestasi atau need of achievement dikenal dengan n’Ach yang berkembang karena dorongan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki dan sekaligus menunjukkan kemampuan psikofisis; dan
4. kebutuhan untuk mempertahankan diri dan mengembangkan jenis.
Sejalan dengan pemikiran Maslow tentang Teori Hierarki Kebutuhan Individu yang sudah dikenal luas, namun aplikasinya untuk kepentingan pendidikan siswa di sekolah tampaknya belum mendapat perhatian penuh. Secara ideal, dalam rangka pencapaian perkembangan diri siswa, sekolah seyogyanya dapat menyediakan dan memenuhi berbagai kebutuhan siswanya.
Berikut ini beberapa kemungkinan yang bisa dilakukan di sekolah dalam mengaplikasikan teori kebutuhan Maslow:
1. Pemenuhan Kebutuhan Fisiologis :
bahkan gratis.ØMenyediakan program makan siang yang murah atau
memadai dan temperaturØMenyediakan ruangan kelas dengan kapasitas yang yang tepat
dalam jumlah yang seimbang.ØMenyediakan kamar mandi/toilet
istirahat bagi siswa yangØMenyediakan ruangan dan lahan untuk representatif.
2. Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman:
terhadapØSikap guru: menyenangkan, mampu menunjukkan penerimaan siswanya, dan tidak menunjukkan ancaman atau bersifat menghakimi.
ØAdanya ekspektasi yang konsisten
perilaku siswa di kelas/sekolah dengan menerapkan sistemØMengendalikan pendisiplinan siswa secara adil.
(reinforcement) melaluiØLebih banyak memberikan penguatan perilaku pujian/ganjaran atas segala perilaku positif siswa dari pada pemberian hukuman atas perilaku negatif siswa.
3. Pemenuhan Kebutuhan Kasih Sayang atau Penerimaan:
Dari hasil penyelidikannya Kohlberg mengemukakan enam tahap perkembangan moralyang berlakusecara universal dan dalam urutan tertentu. Ada tiga tingkat perkembangan moral,yaitu:
1. Tingkat 1 : Pra-konvensional
Padastadium1, anak berorientasi pada kepatuhan dan hukuman. Anak
hanya mengetahui bahwa aturan-aturan ditentukan oleh adanya kekuasaan
yang tidak dapat diganggu gugat. Ia harus menurut kalau tidak akan
memperoleh hukuman.
Pada Stadium2, berlaku prinsip Relativistik Hedonism artinya bergantung
pada kebutuhan dan kesanggupanseseorang (hedonistic). Dalam tahap ini,
seorang anak sadar bahwa setiapkejadian mempunyai beberapa segi.
2. Tingkat 2 : Konvensional
Stadium3, menyangkut orientasi mengenai anakyang baik. Anak mulai memasuki umur belasan tahun, dimanaanak memperlihatkan orientasi perbuatan-perbuatanyang dapat dinilai baik atau tidak baik oleh orang lain. Mereka melakukan perbuatan atas dasar kritik dari masyarakat.
Stadium4,yaitu tahap mempertahankan norma-normasocial dan otoritas. Perbuatan baikyang diperlihatkanseseorang merupakan kewajiban untuk ikut melaksanakan aturan-aturanyang ada, agar tidak timbul kekacauan.
3. Tingkat 3 : Pasca-konvensional
Stadium5, merupakan tahap orientasi terhadap perjanjian antara dirinya dengan lingkungansocial. Pada tahap ini,seseorang harus memperlihatkan kewajibannya kepada masyarakat karena lingkungansocial akan memberikan perlindungan kepadanya. Originalitas remaja juga masih tampak pada tahap ini. Remaja masih mau diatursecara ketat oleh hukum-hukumyang lebih tinggi, walaupun kata hatisudah mulai berbicara.
Stadium6, tahaini disebut Prinsip Universal. Pada tahap ini ada norma etika disamping norma pribadi dansubjektif. Unsur etika disiniyang akan menentukan apayang boleh dan baik dilakukan dansebaliknya. Remaja mengadakan tingka laku-tingkah laku moralyang dikemudikan oleh tanggung jawab batinsendiri.
Menurut Furter (1965), menjadi remaja berarti mnegrti nilai-nilai (Monks,
1984: 257). Mengerti nilai -nilai ini tidak berarti hanya memperoleh pengertian saja
tetapi juga dapat menjalankannya. Jikasudah, berarti remajasudah dapat menginternalisasikan penilaian-panilaian moral, menjadikannyasebagai nilai-nilai pribadi,yang kemudian akan tercermin dalamsikap dan tingkah lakunya.
4. Implikasi Pemenuhan Kebutuhan Remaja Terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
A. Pentingnya Kebutuhan Bagi Perilaku Manusia
Individu adalah pribadi yang utuh dan kompleks. Kekompleksan tersebut dikaitkan dengan kedudukannya sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Oleh karena itu di samping seorang individu harus memahami dirinya sendiri, ia juga harus memahami orang lain dan memahami kehidupan bersama dalam masyarakat, memahami lingkungan serta memahami pula bahwa ia makhluk Tuhan. Sebagai makhluk psiko-fisis manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan fisik dan psikologis dan sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, manusia mempunyai kebutuhan individu dan kebutuhan sosial kemasyarakatan. Dengan demikian maka setiap individu tentu memiliki kebutuhan, karena ia tumbuh dan berkembang untuk mencapai kondisi fisik dan sosial psikologis yang lebih sempurna dalam kehidupannya.
Dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya menuju jenjang kedewasaan, kebutuhan hidup seseorang mengalami perubahan-perubahan sejalan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangannya. Kebutuhan-kebutuhan sosial psikologis semakin banyak dibandingkan dengan kebutuhan fisik, karena pengalaman kehidupan sosialnya semakin luas. Kebutuhan itu timbul disebabkan oleh dorongan-dorongan (motif). Dorongan adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorongnya melakukan perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu (Sumadi, 1984:70). Dorongan dapat berkembang karena kebutuhan psikologis atau karena tujuan-tujuan kehidupan yang semakin kompleks. Semua individu dalam bertingkah laku pada dasarnya dimotivasi oleh kedua kebutuhan yang saling berhubungan satu sama lain, sebagai perwujudan dari adanya tuntutan-tuntutan dalam hidup bersama kelompok sosial sekitar. Menurut Mappiare (1982:130) dua kebutuhan yang dimaksud adalah:
1. Kebutuhan diterima oleh kelompok atau orang-orang lain di sekitar.
2. Kebutuhan menghindari penolakan kelompok atau orang lain.
Dalam proses pemenuhan kebutuhan-kebutuhan tersebut, individu banyak belajar dari lingkungan sosial di sekitarnya yang menimbulkan pengalaman-pengalaman belajar, antara lain pengalaman bergaul dengan orang tuanya, saudara-saudaranya, keluarganya yang lain, guru-gurunya dan teman-teman sekelompoknya. Melalui pengalaman bergaulnya itu individu belajar dan mengetahui tingkah laku yang bagaimana yang mendatangkan kepuasan baginya dan tingkah laku yang bagaimana yang tidak mengenakkan. Dengan kata lain, individu belajar membentuk pola tingkah laku yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut di atas.
B. Jenis–Jenis Kebutuhan Remaja dan Pemenuhannya
Kebutuhan manusia timbul akibat dorongan-dorongan (motif) yang ada pada dirinya. Motif timbul akibat kebutuhan psikologis atau tujuan kehidupan yang kompleks.
Menurut Sunarto (1994:49) kebutuhan dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu :
1. Kebutuhan Primer yaitu kebutuhan yang merupakan kebutuhan biologis (organik) yang timbul dari dorongan/motif asli seperti kebutuhan makan, minum, bernapas, kehangatan tubuh, dan kebutuhan seksual dan perlindungan diri.
2. Kebutuhan sekunder yaitu kebutuhan yang timbul oleh motif dipelajari (kebutuhan sosial–psikologis) seperti kebutuhan untuk mencari pengetahuan, mengikuti pola hidup bermasyarakat, hiburan dan lainnya.
Remaja sebagai individu pada umumnya mempunyai kebutuhan dasar. Kebutuhan dasar seorang individu oleh Lindgren (Sunarto, 1994:53) dideskripsikan sebagai berikut.
Deskripsi Karakteristik
4. Kebutuhan aktualisasi diri
Kebutuhan yang terkait langsung dengan pengembangan diri yang relatif kompleks, abstrak dan bersifat sosial
3. Kebutuhan untuk memiliki
2. Kebutuhan akan perhatian dan kasih sayang
1. Kebutuhan jasmaniah, termasuk keamanan dan pertahanan diri Kebutuhan yang terkait dengan pertahanan diri khususnya pemeliharaan dan pertahanan diri bersifat individual
Keempat macam kebutuhan tersebut bersifat hirarki dari kebutuhan yang bertingkat rendah yaitu kebutuhan jasmaniah sampai pada kebutuhan yang bertingkat tinggi yaitu kebutuhan aktualisasi diri.
Hirarki kebutuhan tersebut sejalan dengan teori kebutuhan Maslow (Sunarto dan Hartono, 1994:54) yaitu:
kebutuhan aktualisasi diri
vkebutuhan kognitif
penghargaanvkebutuhan
vkebutuhan cinta kasih
vkebutuhan keamanan
kebutuhan jasmaniah (fisiologis)
Menurut Lewis dan Lewis (Sunarto dan Hartono, 1994:55) kegiatan remaja didorong oleh berbagai kebutuhan yaitu:
a. kebutuhan jasmaniah
b. kebutuhan psikologis
c. kebutuhan ekonomi
d. kebutuhan sosial
e. kebutuhan politik
f. kebutuhan penghargaan; dan
g. kebutuhan aktualisasi diri
Prescott (Oxendine, 1984:224) mengklasifikasikan kebutuhan remaja sebagai berikut:
1. Kebutuhan psikologis seperti melakukan kegiatan, beristirahat dan kegiatan seksual;
2. Kebutuhan sosial (status) seperti menerima, diterima, menyukai orang lain;
3. Kebutuhan Ego atau interaktif seperti kontak dengan kenyataan, harmonisasi dengan kenyataan, dan meningkatkan kematangan diri sendiri.
Maslow mengungkapkan bahwa kebutuhan psikologis akan muncul setelah kebutuhan-kebutuhan fisiologis terpenuhi. Ia mengklasifikasikan kebutuhan sebagai berikut:
1. Kebutuhan akan keselamatan (Safety needs);
2. Kebutuhan memiliki dan mencintai (belonging and love needs);
3. Kebutuhan untuk mendapatkan penghargaan (esteem needs);
4. Kebutuhan untuk menonjolkan diri (self–actualizing needs)
Perumusan kebutuhan tersebut berjalan secara hirarkis dan sistematis. Suatau kebutuhan baru akan terpuaskan setelah kebutuhan sebelumnya terpenuhi. Pada akhirnya seseorang akan berusaha untuk mendapatkan kepuasan atas kebutuhan tertinggi yaitu kebutuhan self–actualizing
C. Kebutuhan Remaja dan Implikasinya dalam penyelenggaraan Pendidikan
Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah, guru hendaknya selalu sensitif terhadap kebutuhan para siswa (remaja) dan berusaha memahaminya sebaik mungkin. Untuk itu guru perlu memperhatikan aspek berikut :
1. Mempelajari kebutuhan remaja melalui berbagai pendapat orang dewasa;
2. Mengadakan angket yang ditujukan kepada para remaja untuk mengetahui masalah–masalah yang sedang mereka hadapi
3. Bersikap sensitif terhadap kebutuhan yang tiba–tiba muncul dari siswa yang berada di bawah bimbingannya.
Dari uraian di atas, kebutuhan remaja diklasifikasikan menjadi 4 kelompok kebutuhan yaitu:
1. kebutuhan organik yaitu makan, minum, bernapas, seks;
2. kebutuhan emosional yaitu kebutuhan untuk mendapatkan simpati dan pengakuan dari pihak lain dikenal dengan n’Aff;
3. kebutuhan berprestasi atau need of achievement dikenal dengan n’Ach yang berkembang karena dorongan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki dan sekaligus menunjukkan kemampuan psikofisis; dan
4. kebutuhan untuk mempertahankan diri dan mengembangkan jenis.
Sejalan dengan pemikiran Maslow tentang Teori Hierarki Kebutuhan Individu yang sudah dikenal luas, namun aplikasinya untuk kepentingan pendidikan siswa di sekolah tampaknya belum mendapat perhatian penuh. Secara ideal, dalam rangka pencapaian perkembangan diri siswa, sekolah seyogyanya dapat menyediakan dan memenuhi berbagai kebutuhan siswanya.
Berikut ini beberapa kemungkinan yang bisa dilakukan di sekolah dalam mengaplikasikan teori kebutuhan Maslow:
1. Pemenuhan Kebutuhan Fisiologis :
bahkan gratis.ØMenyediakan program makan siang yang murah atau
memadai dan temperaturØMenyediakan ruangan kelas dengan kapasitas yang yang tepat
dalam jumlah yang seimbang.ØMenyediakan kamar mandi/toilet
istirahat bagi siswa yangØMenyediakan ruangan dan lahan untuk representatif.
2. Pemenuhan Kebutuhan Rasa Aman:
terhadapØSikap guru: menyenangkan, mampu menunjukkan penerimaan siswanya, dan tidak menunjukkan ancaman atau bersifat menghakimi.
ØAdanya ekspektasi yang konsisten
perilaku siswa di kelas/sekolah dengan menerapkan sistemØMengendalikan pendisiplinan siswa secara adil.
(reinforcement) melaluiØLebih banyak memberikan penguatan perilaku pujian/ganjaran atas segala perilaku positif siswa dari pada pemberian hukuman atas perilaku negatif siswa.
3. Pemenuhan Kebutuhan Kasih Sayang atau Penerimaan:
a. Hubungan Guru dengan Siswa :
empatik, peduli danvGuru dapat menampilkan ciri-ciri kepribadian: interes terhadap siswa, sabar, adil, terbuka serta dapat menjadi pendengar yang baik.
pembelajaran individu dan dapat memahamivGuru dapat menerapkan siswanya (kebutuhan, potensi, minat, karakteristik kepribadian dan latar belakangnya)
banyak memberikan komentar dan umpan balik yang positifvGuru lebih dari pada yang negatif.
pendapat danvGuru dapat menghargai dan menghormati setiap pemikiran, keputusan setiap siswanya.
penolong yang bisa diandalkan dan memberikanvGuru dapat menjadi kepercayaan terhadap siswanya.
b. Hubungan Siswa dengan Siswa :
mengembangkan situasi yang memungkinkan terciptanya kerja samavSekolah mutualistik dan saling percaya diantara siswa
menyelenggarakan class meeting, melalui berbagai forum,vSekolah dapat seperti olah raga atau kesenian.
yang tidak hanya untuk kepentinganvSekolah mengembangkan diskusi kelas pembelajaran.
tutor sebayavSekolah mengembangkan
yang beragam.vSekolah mengembangkan bentuk-bentuk ekstra kurikuler
4. Pemenuhan Kebutuhan Harga Diri:
a. Mengembangkan Harga Diri Siswa
pengetahuan yangØMengembangkan pengetahuan baru berdasarkan latar dimiliki siswanya
pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswaØMengembangkan sistem
kekuatan dan aset yang dimiliki setiap siswaØMemfokuskan pada
strategi pembelajaran yang bervariasiØMengembangkan
bantuan apabila para siswa mengalami kesulitanØSelalu siap memberikan
siswa di kelas untuk berpartisipasi dan bertanggungØMelibatkan seluruh jawab.
harus mendisiplinkan siswa, sedapat mungkin dilakukan secaraØKetika pribadi, tidak di depan umum
b. Penghargaan dari pihak lain
Mengembangkan iklim kelas dan pembelajaran kooperatif dimana setiapØ siswa dapat saling menghormati dan mempercayai, tidak saling mencemoohkan.
ØMengembangkan program “star of the week”
Mengembangkan program penghargaan atas pekerjaan, usaha dan prestasiØ yang diperoleh siswa.
mengantarkan setiap siswa untukØMengembangkan kurikulum yang dapat memiliki sikap empatik dan menjadi pendengar yang baik.
pengambilan keputusan yangØBerusaha melibatkan para siswa dalam setiap terkait dengan kepentingan para siswa itu sendiri
c. Pengetahuan dan Pemahaman
kepada para siswa untuk mengeksplorasiØMemberikan kesempatan bidang-bidang yang ingin diketahuinya.
intelektual melaluiØMenyediakan pembelajaran yang memberikan tantangan pendekatan discovery-inquiry
topik-topik pembelajaran dengan sudut pandang yang beragamØMenyediakan
Menyediakan kesempatan kepada para siswa untuk berfikir kritis danØ berdiskusi.
d. Estetik
menarikØMenata ruangan kelas secara rapi dan
termasuk diØMenempelkan hal-hal yang menarik dalam dinding ruangan, dalamnya memampangkan karya-karya seni siswa yang dianggap menarik.
ØRuangan dicat dengan warna-warna yang menyenangkan
Memelihara sarana dan prasarana yang ada di sekelilØing sekolah
Ruangan yang bersih dan wangiØ
sekolah yang tertata indahØTersedia taman kelas dan
5. Pemenuhan Kebutuhan Akatualisasi Diri
Memberikan kesempatan kepada para siswa untuk melakukan yang terbaikØ bagi dirinya
menjelajahØMemberikan kebebasan kepada siswa untuk menggali dan kemampuan dan potensi yang dimilikinya
pembelajaran yang bermakna dikaitkan dengan kehidupanØMenciptakan nyata.
Perencanaan dan proses pembelajaran yang melibatkan aktivitas metaØ kognitif siswa.
expressive” danØMelibatkan siswa dalam proyek atau kegiatan “self kreatif
Simpulan/Penutup
Remaja mengalami proses yang sangat penting dalam pertumbuhan dan
perkembangannya yakni proses secara berkelanjutan guna memenuhi kebutuhannya.
Kebutuhan adalah kecendrungan permanen dalam diri seseorang yang menimbulkan
dorongan dan kelakuan untuk mencapai tujuan tertentu. Kebutuhan muncul sebagai
akibat adanya perubahan (internal change) dalam organisme atau akibat pengaruh
kejadian–kejadian dari lingkungan organisme.
Sebagai implikasi pemenuhan kebutuhan remaja dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah, guru hendaknya selalu sensitif terhadap kebutuhan para siswa (remaja) dan berusaha memahaminya sebaik mungkin. Untuk itu guru perlu memperhatikan aspek berikut:
1. Mempelajari kebutuhan remaja melalui berbagai pendapat orang dewasa;
2. Mengadakan angket yang ditujukan kepada para remaja untuk mengetahui masalah–masalah yang sedang mereka hadapi
3. Bersikap sensitif terhadap kebutuhan yang tiba–tiba muncul dari siswa yang berada di bawah bimbingannya.
4. Guru dapat menerapkan pembelajaran individual dan kelompok serta dapat memahami siswanya (kebutuhan, potensi, minat, karakteristik kepribadian dan latar belakangnya)
5. Penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler yang variatif dapat mengakomodir kebutuhan yang berbeda dari siswa
Tidak ada komentar:
Posting Komentar