Rabu, 12 Juni 2013
SINTAKSIS KLUSA: KALIMAT MAJEMUK
Diadaptasi dari: Verhaar
Kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri atas dua klausa atau lebih. Kalimat yang terdiri atas satu klausa disebut kalimat tunggal/klausa mandiri. Evidensi data sbb:
(1) Sri pergi ke dapur.
(2) Sri mempersiapkan makanan.
(3) Sri membawa makanan ke meja kami di kebun.
(4) {Sri pergi ke dapur}, {mempersiapkan makanan}, {dan membawa makanan ke meja kami}.
(5) {Sesudah Sri pulang}, {adiknya segera pergi}.
(6) {Karena Sri baru pulang{sesudah tugasnya selesai}}{dia tidak dapat menghadiri rapat}.
Keterangan.
Contoh (1)-(3) merupakan kalimat tunggal (terdiri atas klausa mandiri).
Contoh (4)-(6) adalah kalimat majemuk. Data (1)-(3) dan (4) merupakan satu rangkaian yang sama, bedanya adalah sesudah klausa pertama, subjek dapat dilesapkan, dan klausa terakhir diawali dengan dan.
Dalam data (4) klausa tersebut berstruktur koordinatif (tidak ada klausa yang lebih tinggi dari klausa yang lain), sedangkan data (5) terdapat klausa induk (adiknya segera pergi) dan klausa bawahan (sesudah Sri pulang).
Kalusa induk merupakan klausa atasan terhadap klausa bawahan, tetapi tidak semua klausa atasan adalah klausa induk.
Pada data (6) terdapat tiga tingkatan: kalusa paling atas (dia tidak dapat menghadiri rapat) adalah klausa induk. Klausa karena Sri [....] meskipun merupakan klausa atasan terhadap klausa bawahan (sesudah tugasnya selesai) sebaiknya tidak disebut sebagai klausa induk.
Klausa mandiri merupakan klausa tunggal, sedangkan klausa gabungan adalah klausa yang harus digabungkan dengan klausa lain untuk membentuk kalimat majemuk. Klausa gabungan dapat berupa klausa koordinatif (4), klausa subordinatif (5) dan klausa induk (6). Klausa mandiri yang menjadi gabungan klausa dapat berbeda bentuk: klausa mandiri (2) dan (3) wajib memiliki subjek, sedangkan pada (4) tidak mememerlukan subjek.
Klausa bawahan dapat dibedakan menjadi klausa tergantung dan berbatasan. Kalusa terkandung adalah klausa bawahan yang merupakan bagian yang tak terasingkan dalam klausa lebih atas. Pada data (6) klausa bawahan sesudah tugasnya selesai merupakan bagian mutlak dari klausa yang lebih atas. Sebaliknya klausa berbatasan tidak mutlak merupakan bagian esensial dari kluasa lebih atas. Contoh berikut (bercetak tebal) merupakan klausa terkandung:
(1) {{Yang merepotkan}adalah ongkosnya}.
(2) {{Dia mengira}bahwa temannya masih di Yogya}.
(3) {Hanya penumpang{yang sudah sampai}dapat ditampung}.
(4) {This will be{what we hoped for}}.
(5) {When evening fell},{we left silently}.
(6) {The weather being fine},{they cancelled classes}.
(7) {All the things considered},{we must give way}.
(8) {Meskipun ongkosnya tinggi},{perlu alat itu kita beli}
Pada data (7), yang merepotkan merupakan Subjek. Klausa bahwa temannya masih di Yogya (8) merupakan Objek kalimat. Klausa relatif yang sudah sampai (9) merupakan atribut pada penumpang dalam frasa penumpang yang sudah sampai. Klausa what we hoped for (10) merupakan bagian Predikatif (diawali kopila be), sehingga klausa bawahan merupakan klausa terkandung. Klausa induk (11) we left silently sudah utuh secara gramatikal, meskipun klausa bawahan when evening fell merupakn konstituen keutuhan dari segi semantis.
Klausa absolut adalah klausa bawahan yang tidak memiliki argumen yang terdapat pada klausa lebih atas, sedangkan klausa relasional memiliki argumen yang terdapat pada klausa lebih atas. Contoh klausa absolut pada data (12) dan (13). Begitu pula pada contoh (12), (13) dan (14). Klausa induk (12) they dan classes adalah argumen-argumennya, frasa nominal pada klausa bawahan adalah the weather. Dalam bahasa Latin konstruksi absolute dikenal denan ‘ablatif absolut’, karena subjek dan partisipasia yang berfungsi sebagai predikat dalam konstruksi absolute berbentuk ablative. Berikut (15) bahwa deleta adalah partisipia/nonfinit, contohnya:
(15) {Urbe deleta},{hostes discesserunt} (hancurkan musuh)
Klausa lengkap adalah klausa yang memiliki predikat, verbal atau non verbal, seperti pada klausa mandiri. Klausa buntung adalah klausa gabungan yang berfungsi sebagai klausa dan hanya untuk menyebut topik pada data (19-22) dan (24). Data (25) dan (27), untuk mengulangi klausa secara anaforis sehigga tidak diperlukan predikat. (lambang “//“ melambangkan jeda, “*(//)“ melambangkan jeda wajib, untuk topik dan kata anaforis dicetak tebal.
(19) {Ayah saya *(//)},{dia tidak mau mendaftarkan diri}.
(20) {Kalau Amir *(//)}, {kami tidak setuju dengan dia}.
(21) {Menyangkut rencana saya*(//)}tidak usah saja kita bicarakan}.
(22) {Sering-sering itu *(//)}mereka tidak tahu tugasnya apa}.
(23) {Bolehnya*(//)},{boleh!}[dalam konteks; kalau dipersoalkan apakah boleh,ya, boleh saja!’]
(24) {Harusnya*(//)},{oleh siapa?}[dalam konteks:’Haruskah demikian?. Tetapi siapakah yang mengharuskan?’]
(25) {Meskipun demikian(//)},{kita harus berhati-hati}.
(26) {As for Jack*(//)},{we cannot help him}.
(27) {If so (//)},{we should go home}.
(28) {Ano gakkoo wa},{guraundo ga hiroi desu}.
Keterangan
Data (19), terdapat frasa nomina (ayah saya) yang menyebut topic seluruh kalimat.
Data (20) nomina diawali kalau. Terdapat bentuk verbal menyangkut (21) yang berfungsi sebagai preposisi pemarkah topik. Itu (22) bukan pronomina demonstratif tetapi pemarkah topic bentuk adverbial.
Verba (boleh dan harus) (24) yang dinomilasisasikan dengan (nya) untuk menjadi topik. Anaphora demikian dan so merujuk kepada klausa yang mendahului. Pada data (28), wa merupakan pemarkah topic dan ga pemarkah subjek.
Klausa buntung disebut juga adverbial kalimat, contoh data sbb:
(29) {Sayangnya(//)},{jumlah pipilannya amat rendah}
(30) {Untungnya (//)},{kita dapat menggunakan system baru}
(31) {Fortunately (//)},{the weather was beautiful}
(32) {Wisely(//)},{she spoke to the lawyer}
Data (32) tidak sama artinya dengan She spoke to the lawyer wisely. Dalam kalimat tersebut wisely adalah adverbial yang memodifikasi verba spoke (cara bicaranya itu yang bijaksana), sedangkan yang dinyatakan bijaksana adalah fakta bahwa dia bicara dengan ahli hukum.
Klausa buntung juga dapat diartikan bentuk nonfinit.
Klausa gabungan dapat berupa koordinatif dan subordinatif. Klausa koordinatif adalah klausa yang bergabung langsung dengan klausa lain, sehingga klausa tersebut tidak ada yang lebih tinggi dari yang lain. Klausa koordinatif terbagi atas: koordinasi netral (33)-(34) dan (40), kontrastif (35-36) dan (41), alternatif (38) dan (41) , dan konsekutif (39) dan (43). Berikut evidensi datanya:
(33) {Kami mencoba merekam pengalaman dari lapangan},{DAN menuangkannya dalam buku ini}.
(34) {Bunganya padat dan kompak},{SERTA cocok di tanam di dataran tinggi}
(35) {Hal tersebut kebanyakan terjadi pada musim penghujan},{TETAPI jarang terjadi pada musim kemarau}
(36) {Cempaka ini berkayu lunak},{NAMUN tahan lama}
(37) {Mereka enak-enakan},{PADAHAL kita bekerja keras}
(38) {Tanaman dalam pot untuk sementara waktu diberi naungan},{ATAU diletakkan di tempat yang teduh}
(39) {Mesin baru itu sudah tentu tidak gratis},{JADI perlu mengeluarkan biaya}
(40) {He went home},{AND wrote letters}
(41) {I don’t know},{BUT I can look for it}
(42) {We will do this today},{OR find some other solution}
(43) {I was confused},{SO I said nothing}
Klausa keterbatasan adalah klausa subordinatif yang tidak termasuk klausa lebih atas sebagai konstituen intinya yang berupa klausa adverbial. Klausa adverbial terbagi atas: temporal (sewaktu, when) (44); kausal (karena, sebab, because) (45); kondisional (jika, kalau, if) (46); final (agar, in order) (47); konsekutif (sehingga, so that) (48); dan konsesif (meskipun, walaupun, although) (49):
(44) {Pemindahan dilakukan},{SEWAKTU kecambah masih pendek}
(45) {Daun kantil umumnya berwarna hijau}, KARENA mengandung zat warna hijau}.
(46) {JIKA kendaraan diangkat}, {gunakan penunjang tetap}
(47) {Susunan dan komposisi makanan pokok harus ada}, {AGAR ransum memenuhi syarat kesehatan dan gizi}.
(48) {It began to rain}, {SO THAT we had to stay at home}.
(49) {ALTHOUGH he was tired }{he walked on}.
Tumpang tindih koordinasi dan subordinasi
Contoh data:
(50) {Ada gula}. {Akibatnya ada semut}.
(51) {Ada gula}. {sehingga ada semut}.
(52) {Kalau ada gula}, {ada semut pula}
(53) {Ada gula}, {ada semut}.
Keterangan.
Data (50) terdapat dua kalimat tunggal yang berklausa mandiri. Kata akibatnya memarkahi kalimat kedua sebagai konsekutif dan bersifat leksikal.
Konsekutif gramatikal terjadi pada data (51) melalui konjungsi sehingga. Pada (52) merupakan konsekutif kondisional. Pada (53) tidak perlu ada pemarkahan.
Meskipun koordinasi dan subordinasi ditemukan pada banyak bahasa, ternyata koordinasi lebih cocok untuk kalimat berpola VO, sedangkan pola OV lebih tepat untuk subordinatif. Berikut evidensi datanya:
(54) {Hikooki ga ochi- te} {hito ga takusan shinimashita}
(55) {Moo sukoshi kangae- te} {henjo o shimasu}
(56) {Ano hito wa ookiku- te} {suyoi desu}
(57) {Hamuretto o yomimashita ga}{zenzen wakarimasen deshita}.
Kalimat (54) dan (55) menunjukkan subordinasi klausa pertama dibawah klausa kedua tetapi tidak berkonjungsi koordinatif. Bahasa Jepang tidak mempunyai kata dan sebagai konjungsi. Sufiks –te pada (54)-(56) merupakan bentuk verba dengan sufiks nonfinit. Partikel –ga (57) merupakan pemarkah kontras, namun bukan konjungsi seperti tetapi dan bukan pula konjungsi subordinatif seperti walaupun.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar