4.1 makna dalam sistem tanda
Konsep tentang bahasa sebagai sistem tanda,telah lama di bahas oleh
ferdinand de saussure (1916). Menrut saussare,bahasa sebagai sistem tanda diinndikatori oleh adanya hubungan yang erat
antar(1) signifiant, yakni gambarn
tatanan bunyi secara abstrak dalam
kesadaran batin para pemakainya (2) signifie, yakni gambaran warna secara abstrak sehubungan
dengan adanya kemungkinan hubungan antara abstarak bunyi dengan dunia luar, (3)
form, yakni kaidah abstrak yaitu yang
mengatur hubungan antara butir-butir abstrak bunyi sehingga memungkinkan di
gunakan untuk bereksperesi, serta (4) substance, yakni perwujudan bunyi ujaran khas
“manusia” saling berhubungan antar ke empat butir tersebut sebagai suatu sistem,
dapat di perikan lewat bangan 7, di halamn berikut.
Dari bangan 7 dapat di katahui adanya jaringan sistem yang sangat luas
antara (1) signifint sebagai abstrak
bunyi ujaran, (2) signifikasi, yakni
perhubungan bunyi sesuai dengan kesepakatan, tanggapan, maupun penafsiran yang di berikan emakainya, (3) signifie sebagai hubungan sebagai
abstrak bunyi dengan dunia luar sesuai dengan segnifikasi yang di lakukan
pemakai. Ketiga unsur berikut adalah “unsur dalam” yang berkaitan erat dengan memory serta unsur-unsur ke jiwaan yang mengondisi pembentukan dan ke hadiran segnifikasi.
4,2
Acuan, langsung dan konsep tualisasi
Bertorak dari uraian tentang makna
sebagai unsur dalam sistem tanda, dapat di ketahui bahwa terdapat dua unsur
dasar dalam sistem dalam sistem tanda
yang secara langsung memiliki hubungan dengan makna. Kedua unsur dasar itu adalah signifiant, sebagai unsur abstrak yang akhirnya terwujud dalam sign
atau lambang, serta signifikantor yang
dengan adanya makna dalam lambang itu mampu mengadakan penjulukan, melakukan
proses berfikir, dan mengadakan
penjulukan, melakukan proses berfikir, dan mengadakan konseptualisasi, hubungan
ketiga unsur dasar itu di gambarkan oleh ogden dan Richards lewat dari segitiga
dasar yang telah di berikan dalam bukunya.
Sedangkan antara symbol dengan referen terdapat
hubungan tidak langsung karna keduanya memiliki hubungan tidak langsung karna
keduanya memiliki hubungan yang bersifat abstrak.
Dari terdapat sifat arbitrer. Dari terdapat sifat itulah akhirnya sebuah
acuan yang sama dapat saja di beri simbol yang berbeda-beda. Air, misalnya,
dalam bahasa madura di simbolkan aeng, dalam bahasa jawa banyu, dan dalam
bahasa inggris water.
Terdapatnya ikatan asosiatif secara kolektif
dalam masyarakat bahasa pada sisi lain juga di berikan gambaran tentang ke
eretan hubungan antara bahasa dengan krkteristik kehidupan dan latar belakang
sosial-budaya dan masyarakat pemakainya.dalam setuasi demikan itulah setiap
bahasa, meskipun memiliki universitus, misalnya dalam hal ciri untuk yang memiliki sendiri,
Lebih lanjut, terdapatnya sifat subjektif dalam konsep tualisasi
membuka peluang kepada pemakai untuk mengelola dan memberikan nuansa makna baru
terhadap simbol maupun bahasa yang demikian secara keseluruhan, hal itu tampak pada
pengelolahan bentuk ke bahasaan seperti yang di lakukan antara lain oleh para
arator dan penyair, meskipun demikian, karna simbol bukan semata-mata memiliki garis hubungan thonght, melainkan juga dengan referen,
Proses kreatif pemanknaan bagai mana pun
masih harus bertolak dari acuan dasarnya. Hal itu antara lain telah di kaji
antara lain telah di kaji lewat pembahasan
tentang denotasi dan designasi seperti telah di uraikan di depan.
Hal itu
rupanya juga menjadi penyebab timbulnya bebagai perbedaan dalam
menentukan pengkajian makna seperti yang di bahas pada bab sebelum ini mekipun
kenyataan, masing-masing garis itu merupakan jringan yang tidak dapat di
pisah-pisahan.
Selain itu, konsep tualisasi simbol
kebahsaan pada dasarnya juga tidak harus
di ikat oleh referen, dalam bahasa indonesia, misalnya, kata berlayar tidak hanya di hubungkan dengan
lautan karna kata berlayar dapat di
artikan “menempuh kehidupan” menurut hemat kami, menjadi masal adalah mana di
antara kedua pemaknaan itu yang muncul terlebih dahulu. Yang mengkaji salah
satu garis d antara ketiga garis di
dalam segitiga dasar itu, memangs sangat mungkin, akan tetapi, memberikan
keputusan bahwa dengan hanya mengkaji
salah satu garis itu telah mengkaji makna dalam keseluruhannya, jelas merupakan keputusan yang tergesa.
4,3
Asosiasi hubungan makna
Dalam bab di depan, telah di sebutkanadanya unsur memory, yakni simpanan ingatan, baik dalam kaitannya dengan perbedaan haraan makna dalam kosa kata
maupun pemakainya. Menyadari bahwa pemaknaan juga tidak lepas dari konsep
tualisasinya, baik secara kolektif maupun individual, maka dalam makna
kosakata, antara yang satu dengan yang lain dalam kesadaran pemakainya, dapat
memberikan asosiasi hubungan tertentu baik berupa:
a) Kesejaran sifat atau ciri
umum acuan, misalnya antara kata membawa dengan
mengangkut, menyerahkan dengan
memberikan, tiba dengan datang
b) Sebab akibat, misalnya
antara kata jatuh dan bangun, melihat dan mengetahui.
Belajar dan mengetahui, usaha dan hasil;
c) Hubungan kualitas, misalnya
antara air dengan segar, api dengan panas, serta kesungguhan dan keberhasilan.
d) Fakta da gejala, misalnya
antara senyum dan bahagia, tangisan dan , maupun menguap dan mengantuk;
e)
Asiosasi
hubungan dalam pertentangan, misalnya antar malas dengan rajin, buruk dengan baik maupun
berubah dan tetap;
f)
Asosiasi
hubungan dalam kohiponim, misalnya anrata tumbuh-tumbuhan,
binatang manusia dengan makhluk.
Bentuk
asiosasi hubungan seperti di atas, meskipun mungkin kelihatan sederhana,
penguasaan butir-butir tersebut dalam konteks yang lebih luas menuntut adanya
kemampuan koseptualisasi yang tinggi, dalam set yang bersuasi yang sedemikian,
seseorang bukan hanya cukup menghafal bentuk-bentuk sosial hubungan itu ebih
lanjut sangat berperanan dalam mengembangkan
kemampuan menyusun gagasan secara logis, misalnya dalam ke giatan wicara dan mengarang, penguasan diski, maupun
dalam kegiatan yang bersifat reseptif, misalnya menyimak dan membaca.
Dari
sekian banyak ragam lambang itu, keseluruhannya dapat di bedakan dalam dua
macam, yakni lambang yang bersifat ikonik,
apa bila lambang itu secara arbitrer mewakili sesuatu yang lain yang
seperti yang terdapat dalam kata atau lambang kebahasaan.
Asiosasi
dengan latar sosial budaya yang di miliki , dengan demikian, makna dalam
setiap lambang dalam kedaran pemakai pada akhirnya juga selalu dalam lambang
yang satu dengan makna dan lambang yang lain itu di istilahkan indice atau index.
Pembahasan itu, agar lengkap, juga harus
melibatkan pembahasan sistim kode dan sistim sosial budaya,yang melatari
pemakaiannya. Lebih lanjut, istilah yang di gunakan untuk lambang yang belum
berada dalam pemakaiannya, misalnya kata-kata dalam kamus, di sebut sign
type atau tipe, sedangkan lambang
yang telah berada dalam konteks pemakaian di sebut sign token atau di
istilahkan token.
Hasil penafsiran atau signifks baru dapat ditentukan, untuk
memahami relasi makna smbol dan kalimat menguasai sistem ke bahasaan yang di
gunakan penutur, juga harus makna dalam kalimat dan konteks wacana di tentukan
juga oleh kualitas penafsir dalam menguasai asosiasi hubungan makna lambang
seperti telah di uraikan pada awal pembahasan pada awal pembahasan butir ini.
4.4 ragam makna dalam pemakaian
Lambang ke bahasaan, sebelum di gunakan sebagai wahana tuturan atau
sign-vehicle, acuan maknanya masih bersifat dasar, yakni belum lain, di sebut
makna leksikal maupun semem. Bentuk kebahasaan
yang masih bersifat dasar. Yakni
belum mangalami konotasi dan hubungan
gramatik dengan kata yang lain, disebut makna leksikal maupun bersifat dasar,
yakni belum mengalami konotasi dan hubungan gramatik dengan kata yang lain, di
sebut makna leksikal maupun semem, bentuk kebahasaan ada yang berupa morfem
terkait dan morfem bebas, sebab itu
bentuk kata dalam kaitannya dengan makna dan dapat di bedakan dalam form words. Misalnya dan, dengan, , dan
jika, sedangkan full words misalnya tidur, makan, dan pergi. Kata , yang berupa
kata dasar, juga dapat berupa kata berimbuhan. Makna yang terdapat dalam kata
dasar, misalnya dalam makna dalam kata tidur, di sebut makna pusat, sementara
kata tidur dapat di perluas ketiduran, tertidur, maupun menidurkan makna yang
di kandung oleh suatu kata setelah mengalami proses morfologi, baik proses perimbuhan, perulangan, maupun pemajemukan
di sebut makna peluasan.
Makna yang timbul akibat adanya peristiwa gramatik itu desebut relasi berupa kalimat
antara kata dengan kata atau frase
dengan frase, di sebut makna gramatikal. Harimurti dalam hal ini
menyebutkan sejumlah istilah yang mengandung pengertian yang sama dengan makna
gramatikal, yakni makna fungsional, makna
sruktural, dan makna internal (kridalaksana, 1981:103). Dengan demikian,
istilah makna gramatikal pada dasarnya Harimurti menjelaskan dalam hal ini
menyebutkan sejumlah istilah yang mengandung pengertian makna konotatif atau makna atau makna tambahan J.S. Mill (1843) dalam hal ini memberikan,
contoh kata putih, misalnya , memilik makna dasar ”warna” yang seperti yang di
miliki salju, kertas, atau kemilaunya air. Yang lain, misalnya, ”kesucian”
acuan makna kata yang merupakan contoh dari makna dasar, sedangkan yang kedua
contoh dari makna tambahan.
Sedangkan pemberian makna referensial
suatu kata pada sisi lain tidak dapat di lepaskan dari pemahaman pemberi makna
itu sendiri terhadap ciri “hewan yang berkaki empat” hewan yang berbulu, dan
hewan yang berbau yang tak sedap kambing itu
ditentukan bertolak dari ciri komponen yang terkandung dalam abstraksi wujud kambing itu secara kesuluruhan
meghasilkan makna makna ekstesional.
Sejalan dengan terdapatnya berbagai ragam dan tingkatan
makna di atas, Richards mengungkapkan bahwa unit makna di dalam wacana,
misalnya puisi dapat di bedakan dalam berbagai ragam dan tingkatan, apa bila
ragam di bedakan antara sense, feeling, tone dan interpersonal, maka tingkatan maknanya
dapat di bedakan antara pokok pikiran, totalitas makna, dan tema (Richards,
1973: 60). Tidak berbeda jauh dengan pengertian sense di atas, pengertian sense, dalam konsep Richards ialah
menyimpulkan, serta menghubungkan makna kata atau simbol yang satu dengan yang
lain.
Feeling dalam konsep Richards ialah
gambaran dan sikap,emosi, motivasi, mupun minat penutur terhadap fakta maupun
pengalaman yang di paparkan,berbeda
dengan feeling, tone adalah
gambaran unsur atitudinal penutur terhadap fakta maupu pengalaman yang di
acukan seseorang lewat lambang ke bahasaan.
Pengertian intention tidak berbeda jauh dengan konsep makna intensional. Di sebut demikian karna
intensi ialah maksud atau tujuan penutur memaparkan (a) fakta dan pengalaman
seperti yang terdapat dalam sense, (b) memberikan sikap maupun nuansa afektif lain terhadap fakta dan
pengalaman (feeling), serta (c) terdapat dalam
dan memberikan nuansa afektif lain terhadap penanggap seperti yang terdapat dalam tone, dan intentional.
Dengan memahami totalitas makna, penanggap dapat menetukan inti pesan
yang mendasari keseluruhan paparan penturnya inti pesan itu lazim di sebut tema.
Dari urain di atas bisa di
ketahui bahwa makna juga dapat di
bedakan antara makna tersirat . perbedaan makna dan tersirat dengan makna tersurat
adalah :
a)
makna tersirat dan
makna tersurat sudah berhubungan dengan satuan pesan yang ingin disampaikan
pengarangnya, sedangkan makna dasar
dan makna tambahan berhubungan dengan
simbol yang di gunakan untuk menyampaikan pesan
b)
makna tersurat dengan
makna tersirat berkaitan dengan proses memahami
makna dalam satuan informasi, sedangkan makna dasar dan makna tambahan
berkaitan dengan krakteristik maka kata itu sendiri setelah ada setelah
pemakaian.
4,5 sistim tanda, konteks, dan makna
Orentasi
kebudayaan manusia sebagai
anggota suatu masyarakat bahasa salah satu tercermn dalam sistem
kebahasaan bersama terhadap sistem
kebahasaan, sistem kode dan
pemakaiannya bahasa itu sendiiri, dalam kegiatan komunikasi, misalnya. Antara
penutur dan pendengar, sadar atau tidak
pasti di lakukan indetifikasi itu sendiri dengan adanya identifikasi tersebut
komunikasi itu pun menjadi suatu yang ber makna baik bagi penutur maupun bagi
penanggapnya.
Konteks dalam komunikasi oleh talmy
Givon di bedakan antara konteks dan konteks spesifik (Givon, 1979: 300).konteks
genrik adalah yang bersifat umum yang keberangota suatu masyarakt bahasa , sementara konteks
spesifik adalah konteks secara khusus
mempeoleh perhatian interlokutor karna memiliki hubungan dengan situasi dan
peristiwa tuturan yang di laksanakan.
Dalam paparan di atas telah di di
sebutkan bahwa penutur dan penanggap
sebagai sesama anggota suatu masyarakat
bahwa telah memiliki pemahaman besama, tentang
1).
Sistem kebahasaan,
2). Konteks generik,maupun
3). Konteks spesifik.
Terdapat unsur tersebut pada sisi lain juga mengharuskan adanya
identifikasi para interkutor sewaktu akan dan datang melaksanakan proses
komunikasi. Dalam anggota masyarakat bahasa jawa dialek, malang, misalnya,
pemilihan bentuk sapaan dari pameran yang identitas masing-masingnya belum di
ketahui, dasar identifikasi dilaksanakan dengan melihat (1) usia (2) jenis
kelamin, maupun (3) klas sosial (Aminuddin, 1982a). ketiga unsur tersebut lebih
lanjut berfungsi sebagai kerangka konsep
dalam menetukan asumsi dan pilihan bentuk sapaan yang akan di gunakan. Kerangka
konsep sebagaidasar penentuan itu di sebut presuposisi.
4.6 presuposisi, proposisi, dan dan
bentuk ekspresi
Presuposisi sebagai kerangka konsep
dalam pengolahan dan pemhaman pesan pada akhirnya juga berhubungan dengan masalah
logika, hubungan itu terjadi terutama abstraksi referen, pengambilan kesimpulan
maupun penandaannya, ujaran yang berbunyi, malang adalah indah,misalnya, sesuai
dengan interlokutor dan berbagai ciri konteks yang meletari, dapat membuahkan
iformasi “malang yang indah” malang adalah kota indah”, atau mungkin” malang
tempat kuliah yang sangat indah” masalah kita sekarang, mengapa contoh ujaran
itu membuahkan informasi yang berbeda-beda?
Masalah yang akan terjadi lain dalam studi logika bahasa, di kenal
istilah kulkulus proposisional, dalam
hal yang demikian , tentulah bekal pengalaman dan pengatahuan penutur yang di
lakukan seseorang dapat berlangsung dalam bebagai macam contoh sebagai berikut
:
1. malang tempat kuliah yang sangat indah
2. Kuliah
indah adalah malang tempatnya
3. Malang
adalah kota indah
Dari contoh ketiga kalimat di atas dapat
di simpulkan bahwa kata tempat sebagai komponen relasi hubungan wajib dengan
komponen relasi lain yang di jelaskan melalui kata adalah. Sebab itu, andai
relasi komponen yang di hubungkan oleh kata adalah di ganti, hubungan kalimat
itu tidak membuahkan unit makna secara jelas. Dengan demikian, penyebab
timbulnya ketaksaan makna dalam kalimat malang menjadi sebuah kata malang adalah indah tersebut ialah karna dua acuan, yakni
“malang” dan “indah” yang memiliki referan berbeda-beda sehingga tidak dapat di
substitusikan, di beri penghubung “adalah” dengan kata lain, mungkinkah sebuah
relasi yang sebenarnya bersifat refleksif.
4,7 pemanfaatan presuposisi pemahaman kode
Meskipun dalam kasus ujaran malang adalah indah dalam menatapkan
ujaran tersebut kalimat atau bukan dapat tejadi deskusi ramai, sewaktu kita
bertemu, misalnya apa awalnya tua rumah mungkin akan bulang, masuk dulu, he….masuk, silahkan masuk, mari silahkan masuk dan
sebagainya, mendengar ujaran tersebut, kita tidak pernah mengalami kesulitan
dalam memahaminya mekipun kenyataannya, mendengar ujaran tersebut, kita tidak
pernah mengalami kesulitan dalam memahaminya meskipun kenyataannya, dalan ujara
tersebut banyak unsur yang dihilangkan,
misalnya anda masuk dulu
1. Anda
saya persilahkan (masuk dulu) kedalam ruang tamu
2. (Hei) anda senang
sekali anda datang ke rumah saya, mari silakan (masuk),
Pada sisi lain, rendahnya kemampuan
mengadakan presuposisi logis menjadi penyebab pujian terhadap pemakaian bahasa
indonesia orang asing yang umumnya di anggap begitu cermat, lengkap, dan baku,
beberapa di antaranya tentu mengandung redundansi yang cukup tinggi.
Presuposisi selain berkaitan dengan
skemata dan buffer penutur dan penanggap maupun upaya memahami isi bacaan
dengan bebagai ragamnya,sehubungan dengan kegiatan memahami isi bacaan, yang
pada dasarnya juga berlaku untuk memahami isi tuturan bacaaan yang pada
dasarnya memahami isi tuturan lisan, proposisi dapat di bedakan antara
presuposisi
1. Sinataktik
2. Sekuentif
3. Kontekstual
4. Spesifik
5. Konseptual
dan
6. Temporal
Presuposisi sintaktik ialah presuposisi
yang di gunakan untuk memahami makna makna kata maupun kalimat berdasarkan
hubungan sintaktiknya, sementara presuposisi
sekuentif ialah presuposisi yang di
laksanakan dengan jalan melihat hubungan kalimat yang satu dengan yang lain,
paragraf yang satu dengan yang lain dalak keseluruhan satu wacana, sedangkan
presuposisi tersebut di kaji dengan
bertolak dari puisi berikut
Di udara dingin prosespu mulai :
malam membereskan daun-daun
menyiapkan ranjang mati
hari nelengkapkan tahun
sebelum akhirnya pergi
pemaknaan, pada sisi lain, juga tidak
dapat di lepaskan dari berbagai ciri fakta yang diacu oleh tanda. Fakta yang
secara simbolik di wakili oleh tanda, fakta yang secara simbolik di wakili oleh
tanda fakta yang secara bersifat konseptual;
hubungan antara tanda, makna, dan fakta
pada sisi lain juga tidak dapat di lepaskan dari perkembangan kehidupan mau pun
perkembangan unsur sosial budaya. Pada masa pemerintahan orde lama,
misalnya kata gayang dapat di artikan “gempur” kata dewan dapat di
acukan sebagai fitnah terhadap “kelompok” kata dewan dapat diacukan sebagai
fitnah terhadap “kelopok” jendral”, dan kata refolusi di artikan sebagai “
perjuangan terus menerus” sebab itu, pemaknaan tanda akhirnya juga tidak dapat
dilepaskan dari upaya menghubungkan
kembali unsur ke sejajaran tanda itu sendiri,
hal itu juga sesuai dengan keberadaan makna yang juga dapat mengalami
pergeseran dan perkembangan sesuai dengan periodisasi kehidupan penutur, latar
kehidupan dan sosial budaya, presuposisi yang berkaitan dengan unsur-unsur
tersebut adalah presuposisi temporl.
terimakasih, sangat membantu
BalasHapus