Halaman

Selasa, 11 Juni 2013

TUGAS BAHASA INDONESIA




4.1 makna dalam  sistem tanda
    Konsep tentang bahasa sebagai sistem tanda,telah lama di bahas oleh ferdinand de saussure (1916). Menrut saussare,bahasa sebagai sistem tanda  diinndikatori oleh adanya hubungan yang erat antar(1) signifiant, yakni gambarn tatanan bunyi secara abstrak  dalam kesadaran batin  para pemakainya (2) signifie,  yakni gambaran warna secara abstrak sehubungan dengan adanya kemungkinan hubungan antara abstarak bunyi dengan dunia luar, (3) form, yakni kaidah abstrak yaitu yang mengatur hubungan antara butir-butir abstrak bunyi sehingga memungkinkan di gunakan untuk  bereksperesi, serta (4) substance,  yakni perwujudan bunyi ujaran khas “manusia”  saling berhubungan antar  ke empat butir tersebut sebagai suatu sistem, dapat di perikan lewat bangan 7, di halamn berikut.
 Dari bangan 7 dapat di katahui  adanya jaringan sistem yang sangat luas antara (1) signifint sebagai abstrak bunyi ujaran, (2) signifikasi, yakni perhubungan bunyi sesuai dengan kesepakatan, tanggapan, maupun penafsiran  yang di berikan emakainya, (3) signifie sebagai hubungan sebagai abstrak bunyi dengan dunia luar sesuai dengan segnifikasi yang di lakukan pemakai. Ketiga unsur berikut adalah “unsur dalam”  yang berkaitan erat dengan memory  serta unsur-unsur ke jiwaan  yang mengondisi pembentukan dan ke hadiran segnifikasi.
4,2  Acuan, langsung dan konsep tualisasi
           Bertorak dari uraian tentang makna sebagai unsur dalam sistem tanda, dapat di ketahui bahwa terdapat dua unsur dasar dalam  sistem dalam sistem tanda yang secara langsung memiliki hubungan dengan makna. Kedua unsur dasar  itu adalah signifiant, sebagai unsur abstrak yang akhirnya terwujud dalam sign atau lambang, serta signifikantor yang dengan adanya makna dalam lambang itu mampu mengadakan penjulukan, melakukan proses berfikir,  dan mengadakan penjulukan, melakukan proses berfikir, dan mengadakan konseptualisasi, hubungan ketiga unsur dasar itu di gambarkan oleh ogden dan Richards lewat dari segitiga dasar yang telah di berikan dalam bukunya.
Sedangkan antara symbol dengan referen terdapat hubungan tidak langsung karna keduanya memiliki hubungan tidak langsung karna keduanya memiliki hubungan yang bersifat abstrak.  Dari terdapat sifat arbitrer.  Dari terdapat sifat itulah akhirnya sebuah acuan yang sama dapat saja di beri simbol yang berbeda-beda. Air, misalnya, dalam bahasa madura di simbolkan aeng, dalam bahasa jawa banyu, dan dalam bahasa inggris water.
Terdapatnya ikatan asosiatif  secara kolektif dalam masyarakat bahasa pada sisi lain juga di berikan gambaran tentang ke eretan hubungan antara bahasa dengan krkteristik kehidupan dan latar belakang sosial-budaya dan masyarakat pemakainya.dalam setuasi demikan itulah setiap bahasa, meskipun memiliki universitus, misalnya dalam hal ciri untuk  yang memiliki sendiri,
Lebih lanjut, terdapatnya  sifat subjektif dalam konsep tualisasi membuka peluang kepada pemakai untuk mengelola dan memberikan nuansa makna baru terhadap simbol maupun bahasa yang demikian secara keseluruhan, hal itu tampak pada pengelolahan bentuk ke bahasaan seperti yang di lakukan antara lain oleh para arator dan penyair, meskipun demikian, karna simbol bukan semata-mata  memiliki garis hubungan thonght, melainkan juga dengan referen,
Proses kreatif pemanknaan bagai mana pun masih harus bertolak dari acuan dasarnya. Hal itu antara lain telah di kaji antara lain telah di kaji lewat pembahasan  tentang denotasi dan designasi seperti telah di uraikan di depan.
Hal itu  rupanya juga menjadi penyebab timbulnya bebagai perbedaan dalam menentukan pengkajian makna seperti yang di bahas pada bab sebelum ini mekipun kenyataan, masing-masing garis itu merupakan jringan yang tidak dapat di pisah-pisahan.
Selain itu, konsep tualisasi simbol kebahsaan  pada dasarnya juga tidak harus di ikat oleh referen, dalam bahasa indonesia, misalnya, kata berlayar tidak hanya di hubungkan dengan lautan karna kata berlayar dapat di artikan “menempuh kehidupan” menurut hemat kami, menjadi masal adalah mana di antara kedua pemaknaan itu yang muncul terlebih dahulu. Yang mengkaji salah satu garis d antara ketiga garis  di dalam segitiga dasar itu, memangs sangat mungkin, akan tetapi, memberikan keputusan  bahwa dengan hanya mengkaji salah satu garis itu telah mengkaji makna dalam keseluruhannya, jelas merupakan  keputusan yang tergesa.

4,3  Asosiasi hubungan makna
    Dalam bab di depan, telah di sebutkanadanya unsur memory, yakni simpanan  ingatan, baik dalam kaitannya  dengan perbedaan haraan makna dalam kosa kata maupun pemakainya. Menyadari bahwa pemaknaan juga tidak lepas dari konsep tualisasinya, baik secara kolektif maupun individual, maka dalam makna kosakata, antara yang satu dengan yang lain dalam kesadaran pemakainya, dapat memberikan asosiasi hubungan tertentu baik berupa:
a)      Kesejaran sifat atau ciri umum acuan, misalnya antara kata membawa dengan mengangkut, menyerahkan dengan memberikan, tiba dengan datang
b)      Sebab akibat, misalnya antara kata jatuh dan bangun, melihat dan mengetahui. Belajar dan mengetahui, usaha dan hasil;
c)      Hubungan kualitas, misalnya antara air dengan segar, api dengan panas, serta kesungguhan dan keberhasilan.
d)     Fakta da gejala, misalnya antara senyum dan bahagia, tangisan dan , maupun menguap dan mengantuk;
e)      Asiosasi hubungan dalam pertentangan, misalnya antar malas dengan rajin, buruk dengan baik maupun berubah dan tetap;
f)        Asosiasi hubungan dalam kohiponim, misalnya anrata tumbuh-tumbuhan, binatang manusia dengan makhluk.
Bentuk asiosasi hubungan seperti di atas, meskipun mungkin kelihatan sederhana, penguasaan butir-butir tersebut dalam konteks yang lebih luas menuntut adanya kemampuan koseptualisasi yang tinggi, dalam set yang bersuasi yang sedemikian, seseorang bukan hanya cukup menghafal bentuk-bentuk sosial hubungan itu ebih lanjut sangat  berperanan dalam mengembangkan kemampuan menyusun gagasan secara logis, misalnya dalam ke giatan  wicara dan mengarang, penguasan diski, maupun dalam kegiatan yang bersifat reseptif, misalnya menyimak dan membaca.
Dari sekian banyak ragam lambang itu, keseluruhannya dapat di bedakan dalam dua macam, yakni lambang yang bersifat ikonik,  apa bila lambang itu secara arbitrer mewakili sesuatu yang lain yang seperti yang terdapat dalam kata atau lambang kebahasaan.
Asiosasi  dengan latar sosial budaya yang di miliki , dengan demikian, makna dalam setiap lambang dalam kedaran pemakai pada akhirnya juga selalu dalam lambang yang satu dengan makna dan lambang yang lain itu di istilahkan indice atau index.
Pembahasan itu, agar lengkap, juga harus melibatkan pembahasan sistim kode dan sistim sosial budaya,yang melatari pemakaiannya. Lebih lanjut, istilah yang di gunakan untuk lambang yang belum berada dalam pemakaiannya, misalnya kata-kata dalam kamus,  di sebut sign type atau tipe, sedangkan lambang yang telah berada dalam konteks pemakaian di sebut sign token atau di istilahkan token.
Hasil penafsiran  atau signifks baru dapat ditentukan, untuk memahami relasi makna smbol dan kalimat menguasai sistem ke bahasaan yang di gunakan penutur, juga harus makna dalam kalimat dan konteks wacana di tentukan juga oleh kualitas penafsir dalam menguasai asosiasi hubungan makna lambang seperti telah di uraikan pada awal pembahasan pada awal pembahasan butir ini.
4.4 ragam makna dalam pemakaian
    Lambang ke bahasaan, sebelum di gunakan sebagai wahana tuturan atau sign-vehicle, acuan maknanya masih bersifat dasar, yakni belum lain, di sebut makna leksikal maupun semem. Bentuk kebahasaan  yang masih bersifat dasar.  Yakni belum  mangalami konotasi dan hubungan gramatik dengan kata yang lain, disebut makna leksikal maupun bersifat dasar, yakni belum mengalami konotasi dan hubungan gramatik dengan kata yang lain, di sebut makna leksikal maupun semem, bentuk kebahasaan ada yang berupa morfem terkait dan morfem bebas, sebab itu  bentuk kata dalam kaitannya dengan makna dan dapat di bedakan dalam form words. Misalnya dan, dengan, , dan jika, sedangkan full words misalnya tidur, makan, dan pergi. Kata , yang berupa kata dasar, juga dapat berupa kata berimbuhan. Makna yang terdapat dalam kata dasar, misalnya dalam makna dalam kata tidur, di sebut makna pusat, sementara kata tidur dapat di perluas ketiduran, tertidur, maupun menidurkan makna yang di kandung oleh suatu kata setelah mengalami proses morfologi, baik proses perimbuhan, perulangan, maupun pemajemukan di sebut makna peluasan.
Makna yang timbul akibat  adanya peristiwa  gramatik itu desebut relasi berupa kalimat antara kata dengan kata atau frase  dengan frase, di sebut makna gramatikal. Harimurti dalam hal ini menyebutkan sejumlah istilah yang mengandung pengertian yang sama dengan makna gramatikal, yakni makna fungsional, makna sruktural, dan makna internal (kridalaksana, 1981:103). Dengan demikian, istilah makna gramatikal pada dasarnya Harimurti menjelaskan dalam hal ini menyebutkan sejumlah istilah yang mengandung pengertian makna konotatif atau makna atau makna tambahan  J.S. Mill (1843) dalam hal ini memberikan, contoh kata putih, misalnya , memilik makna dasar ”warna” yang seperti yang di miliki salju, kertas, atau kemilaunya air. Yang lain, misalnya, ”kesucian” acuan makna kata yang merupakan contoh dari makna dasar, sedangkan yang kedua contoh dari makna tambahan.
Sedangkan pemberian makna referensial suatu kata pada sisi lain tidak dapat di lepaskan dari pemahaman pemberi makna itu sendiri terhadap ciri “hewan yang berkaki empat” hewan yang berbulu, dan hewan yang berbau yang tak sedap kambing itu ditentukan bertolak dari ciri komponen yang terkandung dalam abstraksi  wujud kambing itu secara kesuluruhan meghasilkan makna makna ekstesional.
Sejalan dengan  terdapatnya berbagai ragam dan tingkatan makna di atas, Richards mengungkapkan bahwa unit makna di dalam wacana, misalnya puisi dapat di bedakan dalam berbagai ragam dan tingkatan, apa bila ragam   di bedakan antara sense, feeling, tone dan interpersonal, maka tingkatan maknanya dapat di bedakan antara pokok pikiran, totalitas makna, dan tema (Richards, 1973: 60). Tidak berbeda jauh dengan pengertian sense di atas,  pengertian sense, dalam konsep Richards ialah menyimpulkan, serta menghubungkan makna kata atau simbol yang satu dengan yang lain.
Feeling dalam konsep Richards ialah gambaran dan sikap,emosi, motivasi, mupun minat penutur terhadap fakta maupun pengalaman yang di paparkan,berbeda  dengan feeling, tone adalah gambaran unsur atitudinal penutur terhadap fakta maupu pengalaman yang di acukan seseorang lewat lambang ke bahasaan.
      Pengertian intention tidak berbeda jauh dengan konsep makna intensional. Di sebut demikian karna intensi ialah maksud atau tujuan penutur memaparkan (a) fakta dan pengalaman seperti yang terdapat dalam sense, (b) memberikan sikap  maupun nuansa afektif lain terhadap fakta dan pengalaman (feeling), serta (c) terdapat dalam  dan memberikan nuansa afektif lain terhadap  penanggap seperti yang terdapat dalam tone, dan intentional.
       Dengan memahami totalitas makna, penanggap dapat menetukan inti pesan yang mendasari keseluruhan paparan penturnya inti pesan itu lazim di sebut tema.  Dari urain di atas bisa  di ketahui  bahwa makna juga dapat di bedakan antara makna tersirat . perbedaan makna dan tersirat dengan makna tersurat adalah :
a)      makna tersirat dan makna tersurat sudah berhubungan dengan satuan pesan yang ingin disampaikan pengarangnya, sedangkan makna dasar dan makna tambahan berhubungan dengan simbol yang di gunakan untuk menyampaikan pesan
b)      makna tersurat dengan makna tersirat berkaitan dengan proses memahami  makna dalam satuan informasi, sedangkan makna dasar dan makna tambahan berkaitan dengan krakteristik maka kata itu sendiri setelah ada setelah pemakaian.
    4,5 sistim tanda, konteks, dan makna
Orentasi  kebudayaan manusia  sebagai anggota suatu masyarakat  bahasa salah satu tercermn dalam sistem kebahasaan bersama terhadap sistem  kebahasaan, sistem kode  dan pemakaiannya bahasa itu sendiiri, dalam kegiatan komunikasi, misalnya. Antara penutur  dan pendengar, sadar atau tidak pasti di lakukan indetifikasi itu sendiri dengan adanya identifikasi tersebut komunikasi itu pun menjadi suatu yang ber makna baik bagi penutur maupun bagi penanggapnya.
Konteks dalam komunikasi oleh talmy Givon di bedakan antara konteks dan konteks spesifik (Givon, 1979: 300).konteks genrik adalah yang bersifat umum yang keberangota  suatu masyarakt bahasa , sementara konteks spesifik  adalah konteks secara khusus mempeoleh perhatian interlokutor  karna memiliki hubungan dengan situasi dan peristiwa tuturan yang di laksanakan.
Dalam paparan di atas telah di di sebutkan bahwa penutur  dan penanggap sebagai sesama anggota suatu masyarakat  bahwa telah memiliki pemahaman besama, tentang
1).  Sistem kebahasaan,
2). Konteks generik,maupun
3). Konteks spesifik.
     Terdapat unsur tersebut pada sisi lain juga mengharuskan adanya identifikasi para interkutor sewaktu akan dan datang melaksanakan proses komunikasi. Dalam anggota masyarakat bahasa jawa dialek, malang, misalnya, pemilihan bentuk sapaan dari pameran yang identitas masing-masingnya belum di ketahui, dasar identifikasi dilaksanakan dengan melihat (1) usia (2) jenis kelamin, maupun (3) klas sosial (Aminuddin, 1982a). ketiga unsur tersebut lebih lanjut berfungsi sebagai  kerangka konsep dalam menetukan asumsi dan pilihan bentuk sapaan yang akan di gunakan. Kerangka konsep sebagaidasar penentuan itu di sebut presuposisi.
4.6 presuposisi, proposisi, dan dan bentuk ekspresi
Presuposisi sebagai kerangka konsep dalam pengolahan dan pemhaman pesan pada akhirnya juga berhubungan dengan masalah logika, hubungan itu terjadi terutama abstraksi referen, pengambilan kesimpulan maupun penandaannya, ujaran yang berbunyi, malang adalah indah,misalnya, sesuai dengan interlokutor dan berbagai ciri konteks yang meletari, dapat membuahkan iformasi “malang yang indah” malang adalah kota indah”, atau mungkin” malang tempat kuliah yang sangat indah” masalah kita sekarang, mengapa contoh ujaran itu membuahkan informasi yang berbeda-beda?
     Masalah yang akan terjadi lain dalam studi logika bahasa, di kenal istilah kulkulus proposisional,  dalam hal yang demikian , tentulah bekal pengalaman dan pengatahuan penutur yang di lakukan seseorang dapat berlangsung dalam bebagai macam contoh sebagai berikut :
1.       malang tempat kuliah yang sangat indah
2.      Kuliah indah adalah malang tempatnya
3.      Malang adalah kota indah
Dari contoh ketiga kalimat di atas dapat di simpulkan bahwa kata tempat sebagai komponen relasi hubungan wajib dengan komponen relasi lain yang di jelaskan melalui kata adalah. Sebab itu, andai relasi komponen yang di hubungkan oleh kata adalah di ganti, hubungan kalimat itu tidak membuahkan unit makna secara jelas. Dengan demikian, penyebab timbulnya ketaksaan makna dalam kalimat malang menjadi sebuah kata malang adalah indah  tersebut ialah karna dua acuan, yakni “malang” dan “indah” yang memiliki referan berbeda-beda sehingga tidak dapat di substitusikan, di beri penghubung “adalah” dengan kata lain, mungkinkah sebuah relasi yang sebenarnya bersifat refleksif.




  4,7 pemanfaatan presuposisi pemahaman kode
Meskipun dalam kasus ujaran malang adalah indah dalam menatapkan ujaran tersebut kalimat atau bukan dapat tejadi deskusi ramai, sewaktu kita bertemu, misalnya apa awalnya tua rumah mungkin akan bulang, masuk dulu, he….masuk, silahkan masuk, mari silahkan masuk dan sebagainya, mendengar ujaran tersebut, kita tidak pernah mengalami kesulitan dalam memahaminya mekipun kenyataannya, mendengar ujaran tersebut, kita tidak pernah mengalami kesulitan dalam memahaminya meskipun kenyataannya, dalan ujara tersebut banyak unsur  yang dihilangkan, misalnya anda masuk dulu
1.      Anda saya persilahkan (masuk dulu) kedalam ruang tamu
2.      (Hei) anda senang sekali anda datang ke rumah saya, mari silakan (masuk),
Pada sisi lain, rendahnya kemampuan mengadakan presuposisi logis menjadi penyebab pujian terhadap pemakaian bahasa indonesia orang asing yang umumnya di anggap begitu cermat, lengkap, dan baku, beberapa di antaranya tentu mengandung redundansi yang cukup tinggi.
Presuposisi selain berkaitan dengan skemata dan buffer penutur dan penanggap maupun upaya memahami isi bacaan dengan bebagai ragamnya,sehubungan dengan kegiatan memahami isi bacaan, yang pada dasarnya juga berlaku untuk memahami isi tuturan bacaaan yang pada dasarnya memahami isi tuturan lisan, proposisi dapat di bedakan antara presuposisi
1.      Sinataktik
2.      Sekuentif
3.      Kontekstual
4.      Spesifik
5.      Konseptual dan
6.      Temporal
Presuposisi sintaktik ialah presuposisi yang di gunakan untuk memahami makna makna kata maupun kalimat berdasarkan hubungan sintaktiknya, sementara presuposisi sekuentif  ialah presuposisi yang di laksanakan dengan jalan melihat hubungan kalimat yang satu dengan yang lain, paragraf yang satu dengan yang lain dalak keseluruhan satu wacana, sedangkan presuposisi  tersebut di kaji dengan bertolak dari puisi berikut
Di udara dingin prosespu mulai : malam membereskan daun-daun
menyiapkan ranjang mati
hari nelengkapkan tahun
sebelum akhirnya pergi
   pemaknaan, pada sisi lain, juga tidak dapat di lepaskan dari berbagai ciri fakta yang diacu oleh tanda. Fakta yang secara simbolik di wakili oleh tanda, fakta yang secara simbolik di wakili oleh tanda fakta yang secara bersifat konseptual; 
hubungan antara tanda, makna, dan fakta pada sisi lain juga tidak dapat di lepaskan dari perkembangan kehidupan mau pun perkembangan unsur sosial budaya. Pada masa pemerintahan orde  lama,  misalnya kata gayang dapat di artikan “gempur” kata dewan dapat di acukan sebagai fitnah terhadap “kelompok” kata dewan dapat diacukan sebagai fitnah terhadap “kelopok” jendral”, dan kata refolusi di artikan sebagai “ perjuangan terus menerus” sebab itu, pemaknaan tanda akhirnya juga tidak dapat dilepaskan  dari upaya menghubungkan kembali unsur ke sejajaran tanda itu sendiri,  hal itu juga sesuai dengan keberadaan makna yang juga dapat mengalami pergeseran dan perkembangan sesuai dengan periodisasi kehidupan penutur, latar kehidupan dan sosial budaya, presuposisi yang berkaitan dengan unsur-unsur tersebut adalah presuposisi temporl.

1 komentar: